Sumber Gambar: Google
Penulis : Wayan Ahmad Hisyam Prasetia
Ambararajanews.com_Himpunan Mahasiswa Islam adalah salah
satu organisasi mahasiswa yang berorientasi pada kaderisasi. HMI berfokus pada
pengembangan lima kualitas insan cita yang poinnya anatara lain Insan
Akademis, Insan Pencipta, Insan Pengabdi, Insan yang bernafaskan Islam dan
Insan yang bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang
diridhoi Allah SWT. Berdasarkan tujuan yang telah diuraikan, tentu tidak mudah
bagi kader HMI untuk merealisasikanya. Namun berbeda halnya dengan semangat
juang dan kaderisasi para pendahulu, HMI dinilai berhasil melaksanakan lima
poin penting dalam tujuan HMI.
Saya akan mencoba menguraikan penjelasnya satu demi satu.
Contoh keberhasilan HMI dalam poin pertama, HMI banyak menciptakan kader
akademis dan berkualitas. Sebut saja Nur Kholis Majid atau yang karib disapa
Caknur. Kemudian ada Akbar Tanjung, Mahfuf MD, serta Anas Urbaningrum.
Nama-nama yang saya sebutkan tentu tidak asing lagi di telinga.
Keakademisiannya tidak perlu lagi diragukan lagi. Selain orang-orang hebat
tersebut, masih banyak kader HMI yang terkenal atas keintelektualannya yang
gemilang.
Insan pencipta sebagai poin nomor dua dalam tujuan HMI.
Para pendahulu sukses menciptakan kader-kader yang berkualitas tinggi, dari
segi pemikiran yang melahirkan inovasi dan keratifitas. Sebagai contoh, banyak
kader HMI menjadi saya, politisi dan publik figur yang disegani. Dari setiap
poin yang ada, saya merasa poin nomor dua ini adalah poin yang paling berhasil
dalam pengimplementasiannya.
Insan cita yang ke tiga yakni insan pengabdi. Sejarah
mencatat, tujuan HMI pernah diubah beberapa kali dari tujuan pertama HMI dari
hasil Hasil Rapat 5 Februari 1947 oleh para pendiri, yaitu:1.
Mempertahankan Negara Republik Indonesia dan Mempertinggi Derajat Rakyat
Indonesia; 2. Menegakkan dan Mengembangkan Agama Islam. Lahir pada masa itu,
jelas menunjukkan HMI adalah anak kandung revolusi sekaligus anak kandung umat
Islam Indonesia yang resah atas gelagat sejarah. Dengan pertimbangan bahwa
Islam tidak akan berkembang. Seperti diketahui rentang waktu 1945 s/d 1949,
Belanda masih melakukan Agresi Militer, sehingga mempertahankan kemerdekaan
republik menjadi suatu prioritas. Dari poin tersebut sudah menunjukkan bahwa
pengabdian HMI pada Indonesia dengan terjun langsung melawan agresi militer Belanda
yang ke 2. Tidak hanya sampai di sana dalam situasi Indonesia sudah merdeka HMI
masih mengabdikan dirinya terhadap negara, bisa dilihat dengan posisi-posisi
strategis alumni HMI dalam memimpin negara Indonesia ini dari dulu sampai
sekarang.
Tujuan HMI yang keempat, "bernafaskan
Islam," berarti bahwa setiap anggota HMI diharapkan untuk menjadikan
nilai-nilai Islam sebagai dasar dari segala aktivitas, pemikiran, dan perilaku
mereka. Islam dijadikan pedoman dalam menjalani kehidupan pribadi maupun sosial,
termasuk dalam proses akademis, kreatif, dan pengabdian kepada masyarakat.
Realisasi tujuan ini dapat dilihat dalam beberapa
aspek kegiatan HMI, meskipun penerapannya mungkin bervariasi antara individu
dan cabang-cabang HMI di berbagai wilayah. Berikut beberapa contoh penerapan
tujuan HMI yang bernafaskan Islam. Pertama, Kajian Islam Rutin: Banyak
cabang HMI mengadakan kajian-kajian keislaman secara rutin untuk meningkatkan
pemahaman anggotanya terhadap ajaran Islam. Kajian ini bisa berupa diskusi
tentang Al-Qur'an, Hadis, dan isu-isu kontemporer dalam perspektif Islam.
Kedua, Aksi Sosial Islami: Dalam kegiatan
pengabdian masyarakat, seperti bakti sosial, pembangunan desa, dan pendidikan,
nilai-nilai Islam seperti keadilan, kepedulian terhadap sesama, dan saling
membantu diimplementasikan. Misalnya, HMI sering terlibat dalam program
pendidikan dan bantuan kemanusiaan dengan menjunjung prinsip-prinsip Islam.
Ketiga, Kegiatan Ramadhan: Selama bulan Ramadhan,
HMI sering mengadakan kegiatan berbuka puasa bersama, pengajian, serta
distribusi makanan bagi kaum dhuafa. Ini adalah contoh konkrit bagaimana
nilai-nilai Islam diintegrasikan dalam aksi nyata.
Keempat, Pengembangan Etika Islami dalam Kepemimpinan: Dalam
pelatihan kepemimpinan dan manajemen yang sering diadakan oleh HMI, nilai-nilai
Islam seperti amanah (tanggung jawab), adil, dan musyawarah (diskusi dalam
mengambil keputusan) menjadi prinsip utama yang ditekankan.
Meskipun HMI telah banyak melakukan upaya untuk
mewujudkan tujuan ini, ada tantangan dalam menjaga agar semua anggotanya
konsisten menerapkan nilai-nilai Islam di tengah dinamika sosial, politik, dan
akademis. Variasi penerapan tujuan bernafaskan Islam ini juga tergantung pada
konteks lokal dan tantangan yang dihadapi oleh masing-masing cabang HMI.
Poin yang kelima ini menurut saya adalah poin yang paling
sulit direalisasikan. Namun melihat poin-poin sebelumnya yang sudah bisa di
jalankan tidak menutup kemungkinan bahwasanya poin kelima yang berbunyi insan
yang bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang di ridhoi
Allah SWT ini bisa terpenuhi, karena melihat keselarasan dari poin pertama
sampai akhir semuanya berkaitan dan bisa di katakan bahwa poin satu sampai
empat adalah amunisi untuk memenuhi poin yang kelima.
Keberhasilan dari lima kualitas insan cita berkat
semangat kaderisasi yang hampir tidak pernah terputus oleh para pendahulu HMI.
Namun sayang, kini semakin hari semakin surut semangat juang yang diwariskan.
Entah saya tidak tahu mengapa itu semua bisa terjadi, namun poin-poin penyebab
terjadinya kemunduran HMI pernah di rangkum oleh Agusalim Sitompul dalam buku
yang bertajuk 44 indikator kemunduran HMI.
Salah satu indikator yang saya ingat ketika membaca buku
44 indikator kemunduran HMI adalah; HMI banyak terlibat dalam kegiatan politik,
sehingga banyak menyedot perhatian, tenaga, pikiran, bahkan dana, dari
indikator ini menyebabkan terganggunya pengkaderisasian HMI sehingga tidak
efektifnya follow up matri-materi wajib ataupun tambahan karena kader HMI sibuk
mengurus politik, dan mengingat sifat HMI sendiri adalah indpenden maka saya
katakan salah ketika kader HMI terjun dalam dunia politik ketika masih
bersetatus anggota, dari kesibukan mengurus politik tersebut HMI dan
kader-kader penerus kurang mampu mengikuti jejak para pendahulunya yang
memiliki pandangan visioner, sebagaimana dilakukan pemrakarsa pendiri HMI
Lafran Pane dan para penerusnya, ini menandakan kulitas hmi yang semakin hari
semakin menurun dari segi intelektualitas.
Kurang berfungsinya Komisariat sebagai ujung tombak dalam
rekrutmen anggota, pembinaan anggota, sebagai syarat kelanjutan kehidupan
organisasi, yang mengambil basis di Perguruan Tinggi, sangat di sayangkan
ketika komisariat yang seharusnya menjadi ujung tombak pengkaderan perhari ini
mulai kendor dalam menjalankan tugas, dan ada bebrapa komisariat yang kini
mulai acuh tak acuh atas kader yang di rekrut, banyak kader yang memiliki
potensi tidak di asah dengan baik dan itu menyebabkan kadertidak memiliki
tujuan dalam berHMI sehingga tradisi intelektual HMI untuk perhari ini sangat
menurun.
Dari sekian banyak dinamika yang bermunculan dalam
Himpuna ini yang menyebabkan terjadinya degradasi lima kualitas insan cita yang
saya yakin jika lafran pane melihat kondisi HMI perhari ini beliau akan menagis
tersedu-sedu di karenkan HMI sudah jauh keluar dari rel yang sudah di tentukan
beliau dan pendiri lainya,
Saya harap kedepan para kader HMI mampu
mengembalikan tujuan dan tradisi intelektual yang menjadi ciri khas HMI
itu sendiri, dengan cara mengobarkan kembali semangat juang dan kaderisasi
serta mengembalikan sifat independenya yang tidak ikut campur dalam dunia
politik.