Yang Merdeka Negara, Bukan Rakyat

 



Sumber Gambar : Tempo.co

Penulis : Wayan Ahmad Hisyam Prasetia

AMBARARAJANEWS.COM_Pada tanggal 17 agustus 1945, Indonesia memproklamasikan kemerdekaan dari segala bentuk penjajahan. Indonesia adalah salah satu negara yang berhasil mengusir penjajah dan satu-satunya negara yang memerdekakan negaranya secara mandiri. Kedaulatan Indonesia diakui oleh dunia pada tanggal 27 desember 1949 setelah penandatanganan perjanjian Renville antara Indonesia dan Belanda. Melalui perjanjian tersebut, Indonesia secara resmi diakui sebagai negara merdeka oleh Belanda.

Tentunya kita tidak akan pernah lupa, banyak nyawa dikorbankan dalam memperjuangkan kemerdekaan. Tidak hanya bertarung secara fisik namun bangsa Indonesia pun bertarung sacara pemikiran, melalui diplomatik, Konferensi Meja Bundar dan berbagai kesepakatan yang telah disetujui semua hanya untuk kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pengorbanan yang telah diberikan oleh para pejuang kemerdekaan dalam usaha untuk memerdekakan negara ini, seiring berjalanya waktu, pengorbanan tersebut terasa sia-sia karena negara ini kembali dikuasai oleh pihak-pihak yang seharusnya bersama-sama memelihara kemerdekaan tersebut. Para pejuang berharap agar masyarakat Indonesia bisa menikmati kehidupan yang sejahtera dan layak, tetapi pada kenyataan, situasinya berbeda, di mana hanya para penguasa yang merasa sejahtera dengan kekuasaan yang mereka miliki sementara hak-hak masyarakat dirampas.

Suatu pertanyaan kemerdekaan Indonesia bertujuan untuk apa? ada empat tujuan kemerdekaan Indonesia. Pertama, Melindungi bangsa segenap tumpah darah Indonesia. Kedua, Memajukan kesejahteraan umum. Ketiga, Mencerdaskan kehidupan bangsa. Keempat, Ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Empat tujuan mulia yang dirancangkan oleh bangsa Indonesia. Tapi apakah semua terlaksana ?

Melihat banyak fenomena yang terjadi di masyarakat dan di bandingkan dengan tujuan kemerdekaan Indonesia itu sangat terlampaui jauh. Masih banyak penindasan yang merajalela, pelecehan seksual yang dianggap biasa saja, pendidikan dijadikan lahan bisnis, kekuasaan dijadikan bahan penindasan, dan yang paling menakutkan adalah pemerasan terhadap masyarakat sudah menjadi sesuatu kegiatan yang lumrah di lakukan.

Apa perbedaan dengan jaman dimana Indonesia masih dijajah dengan belanda? mungkin hanya satu pembedanya yaitu kita sekarang dijajah oleh negara sendiri, mulai dari kasus wadas sampai kasus rampang dimana masyarakat dipaksa untuk menyerahkan tanah  mereka miliki jika tidak akan mendapatkan ancaman yang serius. Mirisnya pihak yang berwenang berpihak kepada yang menguntungkan.

 Dunia pendidikan tak luput jadi sasaran lahan  untuk berbisnis. Di mana banyak kasus yang terjadi, Rektor Universitas Udayana yang dinyatakan terjerat kasus korupsi, tidak ditindak lanjut mengenai kasus yang diisukan. Selain itu, masalah dana bos yang seharusnya sebagai dana perbaikan inprastruktur sekolah dan gaji guru honorer malah menjadi makanan empuk bagi para oknum. Tak kalah miris, kasus pelecehan seksual terhadap mahasiswa yang dilakukan oleh oknum dosen juga menjadi masalah yang kian sering terjadi. Namun mahasiswa merasa takut untuk melaporkannya karena diancam bahwa mereka tidak akan lulus dalam mata kuliah atau sidang. Dan masih banyak kasus yang belum terungkap.

 Kebijakan pemerintah, di mana semakin hari semakin mencekik masyarakat kecil dengan berasalan demi kemaslahatan umat tetapi pada nyatanya hanya untuk kemaslahatan para pemerintah itu sendiri. Terutama bagi seorang buruh yang dimana banyak kejanggalan dalam UU hak cipta kerja tahun 2020 tetapi oleh MK di tolak dengan alasan cacat secara formil dan ada nama baru yaitu UU tentang cipta kerjan, Namun Dewan Perwakilan Rakyat tidak kehilangan akal untuk mencekik masyarat, mereka mengubah dari UU menjadi PERPU  yang isi perpu ini dirasa lebih banyak tentang kepentingan para penguasa dan pengusaha jelas para buruh dan masyarat tidak terima dengan keputusan sepihak ini.

 Perppu Cipta Kerja mengancam berbagai sektor kehidupan rakyat, mulai dari buruh, mahasiswa, dan masyarakat rentan di wilayah perkotaan hingga petani, nelayan, masyarakat adat, perempuan di wilayah pedesaan dan pelosok negeri. Perppu Cipta Kerja dinilai meliberalisasi dan memprivatisasi tanah Perppu Cipta Kerja dinilai hanya untuk kepentingan pelaku usaha dan makin mengikis hak pekerja Perppu Cipta Kerja banyak mengubah ketentuan jaring perlindungan lingkungan hidup para pekerja.

Terlalu banyak permasalahan sosial jika saya cantumkan satu persatu, negara kita sangat kaya akan sumber daya alam, tetapi mengapa rakyatnya masih menjerit akibat perut terlilit, negara dengan kekayaan melimpah masih memiliki hutang yang tumpah-tumpah, negara yang katanya memiki gunung mas di papua sana tetapi masyarakat papua tidak pernah merasakanya. Tidak bisa di pungkiri kapitalis sudah merenggut kemerdekaan masyarakat Indonesia yang seharusnya hidup makmur dalam keistimewaan alamnya tetapi di renggut oleh orang kapital sana. Mereka hanya mementingkan diri sendiri tidak pernah meihat masyarakat yang hampir mati karena kelaparan dan kemiskinan yang tidak pernah tuntas.

Saya berharap ke depan  Indonesia bukan hanya negara saja yang merdeka tetapi juga rakyatnya. Pemerintah harus sigap dalam menanggapi kasus-kasus sosila jangan hanya bisa memakan uang rakyat tetapi juga harus bisa bagaimana cara untuk memerdekakan rakyat. Dengan sumber daya alam dan sumber daya manusia yang melimpah saya yakin bahwa Indonesia akan menjadi negara yang makmur jika di manfaatkan untuk umat bukan untuk kepentingan diri sendiri.





Profil Penulis: Wayan Ahmad Hisyam Prasetia atau yang karib disapa Hisyam adalah pemuda asli Desa Pegayaman, Buleleng, Bali. Dirinya saat ini menempuh pendidikan di salah satu kampus di Bali Utara dengan mengambil jurusan Ilmu Hukum. Pemuda yang memiliki kegemaran membaca dan berdiskusi ini, aktif menjadi anggota Himpunan Mahasiswa Islam Cabang Singaraja dan kini tengah mengemban tanggung jawab sebagai Ketua Umum Komisariat Fakultas Ilmu Sosial.