Sumber Gambar: Pegipegi.com
Penulis: Galang Mahendra
AMBARARAJANEWS.COM- Kota muncar merupakan sebuah daerah penghasil ikan bagi nelayan yang cukup besar. Kota yang berada di pesisir timur Pulau Jawa ini bertempat di Kabupaten Banyuwangi, Jawa timur.
Sejarah kota Muncar berkaitan dengan seorang tokoh Menak Kuncar dan berhubungan erat dengan tokoh legenda yaitu Menak Jinggo dalam suatu kerajaan yang bernama Kerajaan Blambangan.
Dengan seirama kota muncar tidak lepas dengan tradisi turun-temurun dari nenek moyang. Masyarakat setempat menyebutnya dengan tradisi Petik Laut atau "Ambil-Pungut" yang berarti memetik, memungut, dan mengambil.
Dari istilah tersebut, sudah jelas bahwa para nelayan tradisional ini bertombak dengan hasil laut yang ada di Teluk Pang-pang. Bagi masyarakat Muncar, tradisi ini mempunyai maksud dan tujuan sebagai perwujudan rasa syukur terhadap Tuhan, serta untuk memohon berkah rezeki dan keselamatan.
Belum diketahui pasti darimana cara tradisi Petik Laut ini dilaksanakan dan mengikuti cara yang dipergunakan oleh para tokoh sebelumnya.
Tidak sedikit orang-orang diluar Muncar ini menganggap bahwa acara Petik Laut ini bersifat musyrik. Bukan tanpa alasan, sebab dalam tradisi Petik Laut ini menggunakan sesajen.
Bagi kebanyakan masyarakat , sesajen dianggap menyimpang dari ajaran yang sudah diatur dalam agama, akan tetapi menurut saya pribadi sebagai masyarakat Muncar bahkan dari nenek buyut saya sudah berada di tempat ini menganggap kegiatan ini tidak sama dengan apa yang dikatakan orang-orang diluar kota Muncar.
Kami sebagai masyarakat Jawa sudah lumrah dengan adanya sesajen karena sesepuh orang-orang Jawa yang jauh sebelum kita ada, sudah melakukan sesajen sebagai perantara untuk mencapai tujuan yang diharapakan dan tidak lepas dengan ajaran yang sudah diatur.
Dalam tradisi Petik Laut ini, ada ritual yang wajib dijalankan yaitu Arung Saji. Arung saji merupakan proses mengantarkan sesajen ke tengah laut dengan menggunakan perahu.
Sesajen yang digunakan dalam ritual Arung Saji ini antara lain berisikan kepala hewan seperti kepala sapi atau kambing, buah-buahan lengkap, dan uniknya di dalam sesajen tersebut diisi juga perhiasan emas yang dikemas kemudian disimpan di dalam sampan kecil yang disebut "Pitek".
Sebagai masyarakat Muncar, saya pribadi juga tidak mengerti mengapa sesajen ini wajib diisi perhiasan. Namun hal ini sudah pasti dari pendahulu kami yang sudah melaksanakan Arung Saji tersebut.
Nusantara memang terkenal kaya akan tradisi yang diwariskan secara turun temurun. Masyarakat Indonesia memiliki masing-masing tradisi dengan cara masing-masing untuk melasakan suatu hal yang perlu dilaksanakan.
Begitu beragam adat yang ada di Indonesia ini dan kita harus pandai dalam menyikapi hal tersebut, tidak lain kita sebagai manusia wajib menghormati antar sesama umat manusia, karena Pluralisme wajib tertanam dalam diri kita masing-masing.