Dari Pemutaran Film Dokumenter Luka-Liku Shortcut, Warga Pegayaman Meminta Keadilan. Dipingpong Sana Sini, BPN, Pemkab dan Pemprov Lepas Tangan

Suasana kegiatan diskusi dan nobar film dokumenter "Luka-Liku Shortcut" di Kedai Kopi Ko-Vaitnam pada kamis (24/09) malam.

Jurnalis : Alfillail


Ambararajanews.com_Kamis malam (24/09) kemarin, kedai kopi Ko-Vaitnam di Jalan Bisma, Banjar Tegal diramaikan dengan hadirnya pengurus organisasi pemuda dan para mahasiswa. Tak sekedar menikmati kopi, mereka ingin menyaksikan penayangan film dokumenter yang berjudul “Luka-Liku Shortcut”. Acara yang bertajuk Panggung Bebas ini bertujuan untuk memperingati Hari Tani Nasional yang jatuh pada tanggal 24 September 2020 Kemarin. Kegiatan ini dilaksanakan dengan tetap menjalankan protokol kesehatan yang berlaku.

Film ini diangkat dari kisah pilu para petani cengkeh di Desa Pegayaman, Sukasada yang harus merelakan lahan mereka untuk pembangunan shortcut. Mereka menuntut hak atas ganti rugi lahan dan tanaman cengkeh yang digusur proyek shortcut Mengwitani-Singaraja yang menghabiskan anggaran senilai Rp 968,26 miliar. 

Dalam kegiatan ini, hadir pula perwakilan warga Desa Pegayaman yang kini belum mendapat uang ganti rugi lahan dan dua dosen dari Universitas Pendidikan Ganesha serta kalangan jurnalis yang menjadi nara sumber dalam kegiatan diskusi yang digelar seusai penayangan film tersebut. 

Diketahui “Panggung Bebas” ini diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Singaraja. Film dokumenter tersebut juga dibuat secara langsung oleh anggota HMI Cabang Singaraja dengan tujuan memberikan solusi terbaik terhadap ganti rugi lahan proyek shortcut. Artinya, tidak ada yang dirugikan baik itu pemerintah maupun warga. Itu disampaikan oleh Sutradara film Jaswanto bersama rekan mahasiswa lainnya yang terlibat pembuatan film Dziky M Nur Cholif, M. Alfi Azhari dan Agung Ardiansyah. 

“Selama ini petani cengkeh Desa Pegayaman sangat setuju dengan proyek shortcut. Masalahnya, pada persoalan ganti rugi yang tidak sebanding dengan lahan garapan mereka dan tanaman yang di lahan yang terkena jalur shortcut. Mudah-mudahan ada solusi saat diskusi usai pemutaran film dokumenter bagi para petani dari para dosen” ungkap Jaswanto

Sesaat setelah acara nonton bersama usai, kegiatanpun dilanjutkan dengan diskusi yang menghadirkan dua dosen Undiksha yaitu I Made Pageh dan Made Sugi Hartono serta kalangan jurnalis sebagai  pemateri untuk membahas proyek shortcut yang telah merugikan para petani tersebut.

Salah satu petani cengkeh Desa Pegayaman memaparkan kejanggalan-kejanggalan soal ganti rugi lahan yang mereka alami. Mulai tidak pernah ada sosialisasi kepada warga terkait proyek shortcut, warga yang diintimidasi oleh orang berseragam aparat sampai dipaksa menandatangani surat pernyataan agar mau menyerahkan tanah mereka. Kendati harga tidak sebanding.

Marlan warga Desa Pegayaman, Sukasada mengaku menjadi petani cengkeh ini, bernasib sial. Dia tak seberuntung petani cengkeh lainnya yang terdampak pembangunan shortcut yang telah mendapat ganti rugi sepadan. Pasalnya, pohon cengkeh miliknya tak satupun tercatat oleh tim appraisal (penilai) yang turun saat mendata. Bahkan sebagai tanah tak tercatat di Badan Pertanahan Nasional (BPN). 

“Inilah yang kemudian kami bergerak untuk menuntut hak-haknya sebagai korban yang terdampak pembangunan proyek shortcut pemerintah,” ungkap pria yang memiliki lima orang anak yang hidup bergantung kepada hasil pertanian. 

Begitu pula juga dengan Syahdan, adik dari Marlan bernasib yang sama. Jika pohon cengkeh miliknya dengan jumlah 140 pohon, hanya didata 35 pohon. Untuk mendapat ganti rugi. Sedangkan rumahnya hanya diberi ganti rugi sebesar Rp 5 juta. Padahal, kandang sapi milik tetangganya, yang ukurannya lebih kecil, diberi ganti rugi sebesar Rp 4,5 juta. 

Hal yang sama juga diungkapkan Wayan Saparudin pohon cengkeh miliknya yang terkena proyek shortcut 7-8 dan 9-10 berjumlah 40 pohon. Dengan ganti rugi per pohon dihargai Rp 1,4 juta.

“Tahu-tahu setelah kami cek hanya tercacat 20 pohon untuk diganti rugi. Padahal awalnya sepakat 40 pohon,” ungkapnya. 

Saparudin menyebut berbagai upaya sudah dilakukan oleh sebanyak 32 petani cengkeh memperjuangkan agar nilai ganti rugi dan lahan garapan dan pohon sebanding harga. Namun selalu buntu. Dia mengaku langkah mediasi memang sempat dilakukan. antara petani cengkeh, BPN dan Kejati Bali. Tetapi beberapa kali pihaknya meminta untuk melakukan data ulang terhadap lahan dan pohon cengkeh terkena jalur shortcut tak pernah disetujui. 

“Kami sudah mendatangi ke BPN bertanya kenapa harga ganti rugi tak sebanding dengan tanya. Malah disuruh bertanya ke PUPR Provinsi hingga PUPR pusat. (BPN red), kata tidak tahu,” ujarnya. 

Saran BPN untuk menanyakan terkait ganti ke PUPR Provinsi petani cengkeh lakukan. Namun apa yang terjadi malah disuruh tanya kembali ke BPN dan Kejati Bali. 

“Kami selalu dibolak balikkan. Tak pernah ada mediasi lagi tiba-tiba datang surat penetapan ha katas lahan ganti rugi shortcut. Pemerintah daerah dan provinsi terkesan lepas tangan. Padahal proyek shortcut untuk kepentingan kita bersama,” terangnya.  

Saparudin berharap pemerintah segera menuntaskan ganti rugi lahan dan pohon warga Pegayaman akibat kena dampak jalur shortcut. Dengan catatan harga ganti rugi yang sebanding. 

“Kami siap jika lahan dan tanaman kami dinilai atau data ulang. Agar benar data yang dihasil tidak nerawang dan salah. Sehingga ganti rugi proyek shortcut sebanding dengan kenyataan di lapangan,” pungkasnya.

Nilai ganti rugi proyek shortcut tak sebanding dengan tanah garapan mereka sebagai petani cengkeh. Itulah yang membuat puluhan warga Desa Pegayaman, Kecamatan Sukasada, Buleleng menuntut hak mereka dan tetap kekeh bertahan. Berbagai upaya sejatinya sudah dijalankan agar nilai ganti rugi lahan sebanding. Tetapi tak pernah menemui titik terang. 

Kegiatan ini ditutup dengan pembacaan puisi dari komunitas Sashiry (Sastra History) Bali dan sastrawan penyair, Imam Barker dari Denpasar. Seluruh kegiatan dalam acara Panggung Bebas ini tak hanya dinikmati oleh para pengunjung kedai kopi Ko-Vaitnam karena disiarkan juga secara langsung melaui Facebook dan Instagram.