Catatan Yang Tercecer : Tradisi Maulid Nabi Muhammad SAW Di Desa Pegayaman

Sumber Gambar : Kegiatan Maulid Nabi, di Masjid Pegayaman, Alman Rahadi.doc.


Catatan Yang Tercecer 
Di beranda depan rumah saat angin berhembus lembut membelai wajah, keadaan sekitar yang begitu sepi yang hanya terdengar suara-suara binatang kecil saling bersuat-sautan, dingin yang menusuk-nusuk tulang dan badan. Saya duduk seorang diri di kursi anyaman bambu yang sudah tidak sekokoh duhulu.

Sudah beberapa minggu yang lalu perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW atau orang desa biasanya menyebut Muludan telah berlalu dengan meninggal cerita-cerita yang tercecer dalam ingatan di kepala. Perayaan semacam ini mungkin juga dilakukan dibeberapa daerah di Indonesia, sebuah perayaan peringatan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW yang dilakukan dengan ciri khas dan tradisinya masing-masing, tidak terkecuali Desa Pegayaman, sebuah desa mungil yang telah membuat saya tumbuh remaja hingga saat ini.


Tradisi Maulid Nabi Muhammad SAW
Desa Pegayaman secara geografis terletak di Kec, Sukasada. Kab, Buleleng, Provinsi Bali, termasuk sedikit dari 129 desa di Buleleng yang hampir semuanya beragama Islam. Kendati demikian, di sekelilingnya di kepung oleh desa non Muslim, namun Desa Pegayaman selalu semarak dan meriah melaksanakan Muludan selama sebulan penuh meski acara intinya hanya dilaksanakan selama 17 hari.

Kegiatan Maulid Nabi, di mulai sejak tanggal 28 Oktober sampai 13 November 2019, dengan menyuguhkan beberapa acara yang ikuti oleh semua warga desa. Diantaranya adalah Khitanan Massal, Pekan Lomba Maulid, Parade Hadrah dan Budrah, Muludan Akutus, Tabligh Akbar, Nampah Sampi, Megaenan, Muludan Base, dan ditutup dengan Manis Muludan. 

Dengan perasaan yang menggebu-gebu, tangan yang sedikit gemetar dan jantung yang berdegub tidak stabil, saya ingin mengulas cerita yang tercecer dalam ingatan ini pelan-pelan. Menulisnya sedikit lebih rinci tentang keunikan-keunikan perayaan Muludan dengan ditemani hangatnya seduhan teh manis buatan ibu. 

Pertama, yang paling khas pada perayaan ini yaitu "Sokok Basa". Sokok Basa merupakan beberapa telor yang ditancapkan pada sebuah batang pisang dengan tinggi 1 meter sampai 1,5 meter, kemudian rangkaian bambu dengan tusukan telur dihiasi bunga-bunga, dalam sejarahnya budaya dan tradisi Muludan ada sejak Kerajaan Panji Sakti Buleleng. Sokok Basa juga merupakan wujud akulturasi antara budaya Islam  dan Bali yang tetap mengedepankan akidah dan kaidah Keislaman. Dalam Sosok Basa ini juga terdapat seperti rumah yang disebut Gerodog. 

Kedua, warga Desa Pegayaman sangat memeriahkan perayaan ini, seperti halnya hari raya Idul Fitri dan Idul Adha, bahkan Muludan lebih meriah karena banyak orang dari luar ikut merayakannya. Tetapi Muludan bukan berarti hari raya yang seperti biasanya melainkan peringatan hari lahir Nabi karena kita bangga atas kelahiran-Nya. Banyak lomba - lomba pada hari itu, dan pada malam harinya diadakan Zikiran (Wiridan) di Masjid Jamik Safinatussalam Desa Pegayaman. Biasanya H-2 ibu-ibu Desa Pegayaman sudah sibuk membuat makanan, bahkan ada yang masih H-7 perayaan sudah ada yang membuat jajanan. Jajanan yang wajib dibuat oleh masyarakat Desa Pegayaman adalah  Jaje Uli, sebuah jajanan yang terbuat dari ketan putih dengan campuran kelapa. 

Ketiga, pada malam tanggal 8 Rabiulawal diadakan namanya "Muludan Tanggal Akutus (tanggal delapan)" dimana kegiatan ini dilaksanakan di Masjid dan setelah acara selesai dibagikan nasi bungkus. Nasi didapat dari masyarakat yaitu bentuk hasil kumpul bersama dan dinikmati secara bersama. Semua itu dilakukan sebagai wujud sedekah dari sesama warga desa dengan sedikit memberikan rezekinya kepada orang lain. Setelah Muludan Tanggal Akutus selesai dilaksanakan, acara dilanjutkan dengan diadakannya Tabligh Akbar yang diisi oleh kyai dari luar daerah. 

Keempat, pada malam tanggal 11 Rabiulawal acara dilanjutkan dengan "Pagelaran seni dan pengumuman juara lomba-lomba". dimana pada malam itu kesenian dari Desa Pegayaman ditunjukkan, seperti halnya Burdah, Hadrah, serta berbagai Tari Kreasi anak-anak muslim Desa Pegayaman. Pada malam itu pula, ibu-ibu Desa Pegayaman bergadang membuat nasi di rumah Bapak Penghulu (Imam Desa Pegayaman) untuk dibagikan esok harinya. 

Warga desa juga mengenal Muludan Base, tepat tanggal 12 Rabiulawal kelahiran Nabi Muhammad Saw. dinamakan Muludan base  karena  ada yang membuat Sokok tetapi bentuknya berbeda halnya pada Muludan Gede tanggal 13 Rabiulawal. Sokok ini dibuat dengan menggunakan alat yang disebut Dulang dan dihiasi dengan Bunga Gemitir. Sokok akan dibawa ke Masjid, namun sebelum itu Sokok akan diarak terlebih dahulu oleh Hadrah (kesenian khas pegayaman). 

Keesokan harinya pada tanggal 13 Rabiulawal dilaksanakan acara yang disebut Muludan Gede, dimana banyak warga desa membuat Sokok secara serentak hingga ratusan Sokok mulai dari setiap rumah-rumah dan Organisasi yang ada di Desa Pegayaman. Sokok kemudian diarak dengan Hadrah kemudian dibawa ke Masjid. Siang harinya, diadakan Pawai Ta'aruf yang  melibatkan seluruh lembaga yang ada di Desa Pegayaman.

Kelima, Setelah acara Pawai Ta`aruf diadakan Pencak Silat selama 3 hari. 2 hari dilaksanakan di halaman Masjid dan terakhir di halaman rumah Bapak Penghulu (Imam Desa Pegayaman) yang merupakan puncak dari serangkaian acara Muludan di Desa Pegayaman. 

Namun untuk beberapa warga Desa, setelah bulan Maulid selesai, biasanya dilanjut dengan membuat agenda wisata religi "Walisongo" yang langsung diketuai oleh Bapak Perbekel (kepala desa) Pegayaman. Akan tetapi, dalam kegiatan ini tidak diwajibkan oleh Bapak Perbekel maupun Bapak Penghulu (Imam Desa Pegayaman), sehingga tidak semua masyarakat ikut serta dalam kegiatan wisata religi ini hanya sebagian warga yang mempunyai rezeki lebih saja. Biasanya ini dilaksanakan selama kurang lebih 10 hari. 

Sebuah serangkaian acara yang cukup panjang dan tentu melelahkan, tetapi warga desa sangat antusias dengan semangat berkobar-kobar melaksanakan acara serupa setahun sekali. Dalam hati ini saya ingin mengucapkan rasa terdalam kepada Tuhan Yang Maha Esa---kerena telah dilahirkan disebuah desa yang sejuk dengan nilai-nilai keislamannya. Semoga cerita yang tidak sempurna saya tulis ini bisa sedikit mengobati rasa rindu kepada kenangan-kenangan hari Muludan dan semoga kasih serta sayang tetap tercurah kepada baginda Nabi Muhammad SAW.









Tentang Penulis
Jazilatun Nafiah, merupakan Siswi MA Miftahul Ulum Pegayaman, Perempuan yang baru tumbuh remaja dan mulai menyukai dunia membaca dan menulis serta bercita-cita menjadi perempuan akhir zaman yang sholeha.