Komisariat Panji Sakti HMI Singaraja Gelar (FGD) Dalam Rangka Mengantisipasi Paham Ekstrimisme Di Lingkungan Kampus



Sumber Gambar : Kegiatan (FGD) Komisariat Panji Sakti HMI Cabang Singaraja, bertempat di Ruang C1 Perhotelan, Gedung Fakultas Ekonomi (FE) Universitas Pendidikan Ganesha, Minggu,(1/12/19)."Repoter : Franky Dwi Damai".

Ambararaja-News.com| HMI Singaraja
Komisariat Panji Sakti (HMI) Cabang Singaraja gelar "Focus Grup Discussion" atau (FGD) dengan mengusung tajuk "Sinergi Mahasiswa Dalam Mengantisipasi Paham Ekstrimisme Di Lingkungan Kampus". Bertempat di Ruangan C1 Perhotelan, Gedung Fakultas Ekonomi (FE), Universitas Pendidikan Ganesha, pada hari Minggu, (1/12/19).

Kegiatan (FGD) Komisariat Panji Sakti kali ini, dihadiri oleh 50 Peserta Perwakilan setiap Komsiariat di bawah naungan (HMI) Cabang Singaraja. Serta dihadiri oleh 3 Narasumber yakni Kakanda Diky Wahyudi, S.H, selaku Kabid (PPD) HMI Cabang Singaraja, sekaligus Pemerhati Hukum di Masyarakat, Kakanda Achmad Chalim selaku Ketua Umum HMI Cabang Singaraja, sekaligus founder Komunitas Pemuda Pancasila dan Budaya (KPPB) Singaraja, Kakanda Jaswanto, selaku Kabid (PA) HMI Cabang Singaraja, yang sekaligus founder Komunitas Baca Lenterah Merah Singaraja, dan merupakan Penulis Buku "Hidup Adalah Komedi Bagi Orang Yang Mau Berpikir", yang dipandu secara langsung oleh moderator Miftahul Anam.

Galang Mahendra Ardiansyah, selaku Ketua Umum Komisariat Panji Sakti (HMI) Cabang Singaraja, dalam sambutanya telah menyampaikan  "Rasa syukur kepada Allah Swt, atas kesuksesan kegiatan kali ini, dan saya ucapkan terimakasih banyak kepada Para Panitia, Komsat Panji Sakti, serta seluruh Kader (HMI) Cabang Singaraja yang berbahagia."

"Sebenarnya kegiatan focus grup discussion" atau (FGD) bukanlah kegiatan kali pertama di komisariat kami, akan tetapi yang menjadi menarik adalah (FGD) kali ini, dihadiri begitu banyak peserta, serta lancar dan sukses. Apalagi Narasumbernya, para millineal yang merupakan Kader HMI Cabang Singaraja. Sehingga, relevan dengan apa yang disampaikan, di bahas dan cara pengaplikasianya," Ujar, Galang MA."

"Kedepanya saya berharap, kegiatan semacam ini, bisa lebih intens diterapkan dan digalakkan di setiap masing-masing komisariat, khusunya Komisariat Panji Sakti sendiri, sebagai kegiatan yang wajib ada, dan semoga bisa berlanjut dengan mengajak OKP lainya di lingkungan Singaraja, sehingga diskusi lebih hidup,"Tegas Galang MA."

Achmad Chalim, selaku Ketua Umum HMI Cabang Singaraja, sebagai narasumber dalam penyampaian materi, menyampaikan "Radikalisme, ekstrimisme, fundamentalisme, terorisme dan rasisme, dan intoleransi" adalah suatu paham lama yang di refleksi dengan dipoles secara "Frame Komunikasi", dan memanfaatkan teknologi, yang merupakan politik asimetris, neo imprialisme. Dengan demikian, apabila di sebar secara massif lewat media, dan dikomsumsi "Publik" tanpa memilah dan memahami opini yang dibangun maka yang menelan mentah doktrin tersebut, akan mudah terpapar di dalamnya,"Ujar, Achmad Chalim.

"Sebenarnya, jika hanya memiliki sikap dan pemahaman radikal saja, tidak mesti menjadikan seseorang terjerumus dalam paham dan aksi terorisme. Namun, dibalik itu semua, ada faktor lain yang memotivasi seseorang bergabung dalam jaringan terorisme, yakni (1) Domestik, kondisi dalam negeri semisal kemiskinan, ketidakadilan, merasa Kecewa dengan pemerintah. (2) faktor internasional, pengaruh lingkungan luar negeri yang memberikan daya dorong tumbuhnya sentiment keagamaan seperti ketidakadilan global, politik luar negeri yg arogan, imperialisme modern negara adidaya, dan (3) faktor kultural yang sangat terkait dengan pemahaman keagamaan yang dangkal dan penafsiran kitab suci yang sempit dan leksikal (harfiyah)."Imbuh, Achmad Chalim."

"Sikap dan pemahaman yang radikal dan dimotivasi oleh berbagai faktor di atas seringkali menjadikan seseorang memilih untuk bergabung dalam aksi dan jaringan terorisme. oleh karena itu, kita harus paham, bahwa saat ini diperlukan upaya-upaya yang selaras menuju gerakan masif (De) mengurangi atau menghilangkan, serta meminimalisirnya paham-paham tersebut sampai ke akarnya."

"Sudah seharusnya kita Sebagai (Mahasiswa Muslim) harus menjadi Pelaku utama untuk memberikan edukasi radikal secara positif terhadap teman-teman mahasiswa di lingkungan Undiksha, baik yang di depan kita, belakang, kanan dan kiri."

"Sehingga  efek jangka panjangnya dapat meminimalisir paham-paham di atas yang memang sengaja dihadirkan untuk mempersekusi keadaan Bangsa dan negara khususnya di lingkungan Kampus."

"Sejalan dengan itu, maka diperlukan pola-pola gerakan rekayasa sosial yang positif secara terstruktur dan tersistematis pula seperti diskusi di meja kopi, atau (FGD) seperti saat ini, yang mengedukasi tentang segala sesuatu yang bertalian erat dengan paham paham tersebut, sebagai upaya nyata "deradikalisme, deekstrimisme, defundamentalisme,  deterorisme) yang sejalan dengan 4 Pilar Kebangsaan".

"Karena Paham-paham tersebut, khususnya terorisme, ekstrimisme dan radikalisme adalah tindakan kejahatan yang mempunyai akar dan jaringan kompleks yang tidak hanya bisa didekati dengan pendekatan secara kelembagaan melalui penegakan hukum semata.

"Keterlibatan komunitas masyarakat terutama lingkungan lembaga pendidikan, keluarga dan lingkungan masyarakat serta generasi muda itu sendiri dalam mencegah terorisme menjadi sangat penting. Karena itulah dibutuhkan keterlibatan seluruh komponen masyarakat dalam memerangi terorisme demi keberlangsungan kehidupan bangsa dan negara tercinta yang damai, adil dan sejahtera." Tegas, Achmad Chalim."

Sejalan dengan pernyataan tersebut, Diky Wahyudi, S.H selaku Kabid (PPD) HMI Cabang Singaraja, menyampaikan "Kita jangan sampai takut, dengan paham-paham yang sengaja dibuat untuk mempropagandakan kerukunan umat beragama, yang terpenting adalah "pemahaman diri" agar kita  tidak mudah terbuai dengan tipu muslihat doktrin dalam kaitan ini, seperti "Radikalisme, ekstrimisme, fundamentalisme, terorisme, rasisme, Intoleransi  yang memang ditujukan untuk memecah belah umat beragama, untuk saling memusuhi satu sama lain."

"Perlu kita waspadai, jangan sampai ikut-ikutan, apa yang memang dirasa mengancam keberagaman, dan stabilitas NKRI. Jadi temen-teman mahasiswa harus tahu mana yang baik dan mana yang buruk, di Indonesia sendiri Terosisme sudah jelas diatur di dalam "Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 "Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme", sehingga teman-teman harus paham dan mengerti, apa yang diperbolehkan dan apa yang melanggar hukum." Ujar, Diki Wahyudi."

"Selain itu, ada beberapa hal yang bisa dilakukan oleh kalangan generasi muda, dalam rangka menangkal pengaruh paham dan ajaran radikal yakni, (1) tanamkan jiwa nasionalisme dan kecintaan terhadap NKRI, (2) perkaya wawasan keagamaan yang moderat, terbuka dan toleran, (3) bentengi keyakinan diri dengan selalu waspada terhadap provokasi, hasutan dan pola rekruitmen teroris baik di lingkungan masyarakat maupun dunia maya, (4) membangun jejaring dengan komunitas damai baik "offline" maupun "online" untuk menambah wawasan dan pengetahuan dan dalam rangka membanjiri dunia maya dengan pesan-pesan perdamaian dan cinta NKRI." Tegas, Diki Wahyudi."

Jaswanto, selaku Kabid (PA) HMI Cabang Singaraja, sependapat "Ia menyampaikan, bahwa menyoal mengenai "Radikalisme, ekstrimisme, fundamentalisme, terorisme, rasisme, Intoleransi" sebenarnya bukan persoalan siapa pelaku, kelompok dan jaringannya. Namun, lebih dari itu terorisme merupakan tindakan yang memiliki akar keyakinan, doktrin dan ideologi yang dapat menyerang kesadaran masyarakat. Karena tumbuh suburnya terorisme tergantung di lahan mana ia tumbuh dan berkembang.

"Jika ia hidup di tanah gersang, maka terorisme sulit menemukan tempat, sebaliknya jika ia hidup di lahan yang subur maka ia akan cepat berkembang. Ladang subur tersebut, adalah masyakarat yang dicemari oleh sebuah paham fundamentalisme ekstrim atau radikalisme keagamaan."Ujar, Jaswanto."

"Al-Qaeda beserta (ISIS), merupakan salah satu kelompok terorisme yang telah mengejutkan dunia dengan aksi-aksi brutal dan mampu menjaring pengaruh besar dari beberapa negara. ISIS pada awalnya merupakan kekuatan milisi nasional yang tidak puas dengan pemerintahan pasca Saddam Hussien, yang dikuasai kelompok Syiah. Zarqawi adalah pendiri awal gerakan ini yang jauh sebelumnya telah berbaiat dengan Osama dan menyatakan diri berafiliasi dengan "al-Qaeda atau (AQI) (Al-Qaeda of Iraq) sebelum akhirnya berubah menjadi "Islamic State of Iraq" ketika dipimpin Abu Bakar al-Baghdady."

Gerakan ini hanya beroperasi di Irak, namun ketika muncul konflik oposisi di Suriah, gerakan ini memanfaatkan kekisruhan dgn memperlebar kawasan menjadi (ISIS). Dengan penaklukan Mosul yang sempat menggemparkan dunia, Juni 2014 mereka mendeklarasikan IS (Islamic State). Pada perkembangannya ISIS telah memberikan pengaruh ke tokoh-tokoh radikal di Asia Tengah seperti Kyrgistan, Tajikistan dan Turkmenistan."

"Beberapa tokoh Taliban di Pakistan juga sudah bergabung dengan ISIS. Terakhir kelompok teroris Boko Haram juga telah menyatakan diri berbaiat pada ISIS. Tidak hanya di Timur Tengah ISIS juga telah merambah anak-anak muda Eropa dan Amerika."

"Melalui penyebaran media Ash Shabaab. Pengaruh (ISIS) masuk ke Indonesia melalui tokoh dan kelompok radikal teroris lama. Pada Oktober 2014 sejak 2011 diperkirakan 15,000 orang dari belahan dunia telah bergabung ke ISIS. Secara ideologis ISIS memiliki kesamaan keyakinan dengan al-Qaeda yang menganut paham takfiry dan perjuangan menegakkan khalifah Islam dengan kekerasan."

"Sangat memperihatinkan ketika melihat berbagai fakta yang mempertontonkan kedekatan pemuda dengan budaya kekerasan. Kehadiran "Islamic State of Iraq and Syria (ISIS)" menjadi momok baru yang menakutkan bagi kalangan generasi muda dengan berbagai provokasi, propaganda dan ajakan kekerasan yang menggiurkan."

"Sejak kemunculannya menghentakkan situasi keamanan bangsa ini, ISIS setidaknya telah mampu menggetarkan gairah anak muda untuk ikut terlibat dalam gerakan politik kekerasan di Suriah."

"Ada beberapa ciri yang bisa dikenali dari sikap dan paham radikal yang negatif, yakni (1) intoleran (tidak mau menghargai pendapat dan keyakinan orang lain), (2) fanatik (selalu merasa benar sendiri; menganggap orang lain salah), (3) eksklusif (membedakan diri dari umat Islam umumnya) dan, ke (4) revolusioner (cenderung menggunakan cara-cara kekerasan untuk mencapai tujuan)."

"Selain itu,  terorisme itu ada karena tiga hal, yakni (1) individu yang termarjinalkan (2) adanya kelompok yang memfasilitasi (3) ada ideologi yang membenarkan. Ketiga hal ini diperparah dengan adanya "information spill over" atau peluberan informasi. Saking banyaknya informasi membuat kita bingung menentukan mana yang salah dan mana yang benar. Maka dengan begitu, kita menjadi kehilangan pegangan keyakinan."

"Karena paham-paham yang bertentangan, sengaja dihadirkan sebagai wujud Neo-Imperialisme, yang merupakan politik untuk menguasai (dengan paksaan) seluruh dunia untuk kepentingan diri sendiri yang dibentuk sebagai imperiumnya. Menguasai, dalam kaitan ini, tidak perlu berarti merebut dengan kekuatan senjata, tetapi dapat dijalankan dengan kekuatan ekonomi, kultur, agama dan ideologi, asal saja dengan paksaan." Tegas, Jaswanto."

Sehingga diperlukan pemahaman secara radikalisme pula secara positif, melalui pemahaman "mendasar, menyeluruh, dan mendalam" sebagai solusi dalam meminimalisir Paham-paham tersebut, khususnya di lingkungan Kampus, dan umunya di lingkungan sosial masyarakat serta berbangsa dan bernegara."