Essai Ringan
Sumber Gambar : Orientasi Pendidikan di Kampus Bali Utara Berbasis Filosofi Tri Hita Karana.doc 2019.
Bangsa Indonesia akan segera memasuki fase bonus Demografi, yakni fase Peristiwa penting sejarah baru menuju (Indonesia Emas). Bonus demografi terjadi ketika jumlah usia produktif berusia (15-64 tahun), lebih banyak dari usia non-produktif. Dalam rentang waktu 2030-2040, jumlah penduduk suatu negara akan didominasi oleh usia produktif (15-64 tahun). Indonesia diperkirakan akan mengalami bonus demografi pada Tahun 2020-2035.
Kemudian, pada Tahun 2045 (bonus demografi) diperkirakan sudah berakhir. Bonus demografi jika dikelola dan dimanfaatkan dengan benar akan membawa manfaat positif bagi suatu negara. Manfaat positif dari bonus demografi jika disiapkan dan dikelola dengan benar antara lain tersedianya sumber daya produktif yang cukup besar.
Dampak negatif dari bonus demografi, jika tidak disiapkan dan dikelola dengan baik maka akan terjadi bencana sosial seperti pengangguran, konflik sosial, kesehatan dan lainnya.
Sebagaiamana diperkuat, melalui pernyataan Menteri Perindustrian Airlangga Hartato, meyakini bahwa implementasi Industri 4.0 dapat mempercepat target visi Indonesia emas 2045.Karena saat ini, Indonesia telah masuk “One trillion dollar club", selain itu juga stabilitas politik dan keamanan menjadi faktor penting dalam menciptakan iklim usaha yang kondusif.
Selanjutnya, peningkatkan level pendidikan turut menjadi jawaban bagi kebutuhan industri nasional dalam memiliki SDM kompeten sesuai perkembangan saat ini menghadapi era Industri 4.0, implementasi Making Indonesia 4.0 yang sukses akan mampu mendorong pertumbuhan PDB riil sebesar 1%-2% per tahun. Sehingga pertumbuhan PDB per tahun akan naik dari 5% menjadi 6%-7% pada periode tahun 2018-2030” Jakarta, Senin (9/4/2018) dilansir dari media online “OKE ZONE.Com, 2018”.
Indonesia emas diproyeksikan pada 100 tahun kemerdekaan negara Indonesia pada tahun 2045. Sumber daya manusia Indonesia merupakan salah satu faktor penting untuk mewujudkan negara Indonesia yang adil dan makmur. Kualitas sumber daya manusia tersebut dapat dilihat melalui kualitas generasi penerus bangsa Indonesia. Pemuda berperan sebagai generasi penerus bangsa yang kelak akan menjadi pemimpin bangsa dan mengambil langkah-langkah strategis terkait dengan kemajuan negara Indonesia.
Goal Indonesia emas 2045 adalah masa depan yang baru akan terjadi 30 tahun mendatang. Karena dalam kurun waktu tersebut, usia Indonesia sudah sangat produktif, sangat berharga, dan bernilai sebagai jawaban Revolusi Industri 4.0.
Sehingga perlu di kelola dan di manfaatkan dengan baik agar berkualitas menjadi manusia yang berkarakter, yang kompetitif, serta dapat menjadi pionir peradaban dalam memanfaatkan bonus demografi.
Sehingga perlu di kelola dan di manfaatkan dengan baik agar berkualitas menjadi manusia yang berkarakter, yang kompetitif, serta dapat menjadi pionir peradaban dalam memanfaatkan bonus demografi.
Secara umum, negara-negara yang berhasil memaksimalkan bonus demografi akan mendapatkan berbagai keuntungan, seperti produktivitas negara dan pertumbuhan ekonomi akan meningkat, serta membaiknya kesejahteraan masyarakat.
Namun meskipun demikian, Indonesia tentunya tidak serta-merta akan mendapat keuntungan langsung dari bonus demografi ini. Bahkan kalau lalai, bonus demografi bisa jadi menjadi bencana bagi Indonesia.
Namun meskipun demikian, Indonesia tentunya tidak serta-merta akan mendapat keuntungan langsung dari bonus demografi ini. Bahkan kalau lalai, bonus demografi bisa jadi menjadi bencana bagi Indonesia.
Sehingga untuk melanggengkan dalam menyongsong bonus demogragfi, tentunya kita pemuda sebagai generasi bangsa, harus berani mengambil persyaratan penting agar bonus demografi tidak berubah menjadi bencana.
Salah satunya menjadi kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang memadai, kualitas SDM harus menjadi perhatian utama karena saat ini masalah pengangguran menjadi masalah yang begitu urgen di Indonesia.
Salah satunya menjadi kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang memadai, kualitas SDM harus menjadi perhatian utama karena saat ini masalah pengangguran menjadi masalah yang begitu urgen di Indonesia.
Jika kualitas SDM tidak meningkat ketika bonus demografi tiba, maka bisa dipastikan jumlah pengangguran di tanah air akan membludak dan menjadi bencana bagi bangsa ini. Menurut penulis, bahwa bonus demografi akan berdampak pada menumpuknya jumlah tenaga kerja produktif di Indonesia.
Bila kondisi ini tidak segera ditanggulangi dengan SDM yang berkualitas, maka akan berdampak pada meningkatnya jumlah pengangguran di tanah air karena anak bangsa akan kalah bersaing dengan tenaga kerja asing. Sehingga ujung tombak dari bonus demografi ini adalah pendidikan yang dapat membentuk generasi baru yang maju, berkarakter, memiliki kreativitas, dan inovasi tinggi.
Dilansir dari media online, “Repbulika.co.id” edisi 06 Jan 2017. Wakil Gubernur Bali, Ketut Sudikerta menyatakan bahwa Bali tak memiliki sumber daya alam. Bali hanya bergantung pada kualitas sumber daya manusia, alam nan indah, dan budaya adilihung. SDM dan kualitasnya bergantung pada pendidikan. Tenaga pendidik perlu menerapkan disiplin, mengajarkan bekerja keras, berjuang memperkuat semangat untuk masa depan generasi yang lebih baik," katanya.
Generasi muda hasil didikan tenaga pendidik di Bali diharapkan mampu menjadi generasi muda maju, berpikir kritis, namun tetap sopan dan cinta tanah air. Generasi muda juga tak diharapkan menjadi sosok individual, materialistis, dan konsumtif. Pemerintah juga perlu memberi dukungan pada tenaga pendidik, terutama kesejahteraannya.
Sejalan dengan pernyataan di atas, dapat digariskan bahwa Bonus demografi, saling bertalian erat dengan Pendidikan yang berkesinambungan, maka sejatinya manusia Indonesia sangat memerlukan pendidikan berkualitas dalam menopang hidupnya, demi mencapai kualitas hidup yang layak serta kelangsungan dalam mencerdaskan kehidupan Bangsa.
Sebagai solusi nyata di dalam kebutuhan dan nilai sosial masyarakat Bali, yang dalam implementasinya berpatokan pada nilai dasar (kearifan lokal) yang dapat menggugah dan membangun (intelektualitas manusia Bali), dalam menyiapkan peradaban yang lebih berkembang.
Namun, tidak melalaikan sejatinya esensi dari kebutuhan dalam mencapai keseimbangan hidup berlandaskan konsepsi dasar filosofi dari ideologi “Tri Hita Karana”.
Namun, tidak melalaikan sejatinya esensi dari kebutuhan dalam mencapai keseimbangan hidup berlandaskan konsepsi dasar filosofi dari ideologi “Tri Hita Karana”.
Tidaklah mudah menjawab tantangan di atas, untuk dapat menjawabnya sangat diperlukan campur tangan Mahasiswa, sebagai “iron stock” dan “Generasi Bangsa” yang diharapkan menjadi manusia-manusia yang memiliki kemampuan dan ahlak yang mulia.
Mengingat, mahasiswa sangat berperan sebagai pengganti generasi-generasi sebelumnya, yang akan dijadikan sebagai cikal bakal atau cadangan untuk masa yang akan datang dalam memajukan bangsa kita ini. Kalau bukan kita generasi-generasi muda yang akan menjadi penerus bangsa, maka siapa lagi yang akan memajukan bangsa kita yang tercinta ini, tanah air Indonesia.
Pada titik temu ini, pendidikan juga harus bisa membangun pola pikir (mindset) positif-optimistis dan landasan akademis yang kukuh sekaligus secara paralel menyiapkan kemampuan dan keterampilan teknis yang sangat dibutuhkan dalam menghadapi tantangan dan menjawab persoalan di atas.
Modalitas tersebut kita harapkan bisa mengantarkan generasi yang cerdas, yaitu generasi yang memiliki pola pikir biaya sosial, politik, dan ekonomi dalam menyelesaikan berbagai tantangan dan persoalan, serta selalu berpegang pada pentingnya menjunjung tinggi harkat dan martabat bangsa yang sesuai Pancasila dan UUD1945.
Menyiapkan generasi yang cerdas merupakan langkah awal dari ikhtiar “mencerdaskan kehidupan bangsa”, sebagaimana amanat pembukaan UUD 1945. Di dalam Essay berjudul “Paradigma Pendidikan berbasis Tri Hita Karana” Karya Dr. Putu Sudira, MP, menjelaskan bahwa “Dalam praksis ideologi Tri Hita Karana (THK), manusia THK merupakan prana atau kekuatan bali menuju ajeg Bali. Lebih lanjut, Dr. Putu “Sudira, menyampaikan bahwa “Manusia bali berkesadaran “Tri Hita Karana” merupakan modal utama keajegan Bali.
Bali akan ajeg jika manusianya terdidik, tumbuh, dan berkembang berkesadaran “Tri Hita Karana” (THK). Dengan demikian, maka diperlukan paradigma pendidikan “Tri Hita Karana” ditengah-tengah kebutuhan inovasi dan pengembangan kualitas pendidikan di era global platinum yang dituntut mampu:
Untuk (1) menggerakkan manusia bali untuk berpikir kritis, bertanggungjawab dalam mengelola modal budaya bali, tradisi bali, lingkungan, informasi dan pengetahuan;
Kemudian; (2) mematangkan emosi, mental, dan moral manusia bali untuk bekerjasama satu sama lain, tidak mecongkrah rebutan balung tanpa isi, mengelola dan memecahkan permasalahan hidup sekala-niskala; (3) memilih dan menggunakan teknologi (baru) secara interaktif, efektif, efisien, dan bertanggungjawab; (4) menumbuhkan kualitas diri individu manusia bali secara utuh;
Serta dapat; (5) membangun budaya dan jiwa wirausaha, budaya berkarya, budaya belajar, dan budaya melayani secara produktif; (6) bersifat kontekstual sesuai dengan desa, kala, dan patra (tempat, waktu, kondisi riil di lapangan), (Sudira, 2011).
Filosofi “Tri Hita Karana” merupakan satu kesatuan (kausalitas) artinya tiga penyebab kesejahteraan dan kebahagiaan yang bersumber dari keseimbangan dan keharmonisan hubungan antara:
(1) hubungan manusia dengan Tuhan (parhyangan);
(1) hubungan manusia dengan Tuhan (parhyangan);
(2) hubunganmanusia dengan sesamanya (pawongan);
(3) manusia dengan alam lingkungannya (palemahan).
Harmonis berarti melakukan hal-hal yang mengandung kebaikan, kesucian yang dimulai dari pikiran, terucap dalam perkataan dan terlihat dalam tindakan/perbuatan (Raka Santeri, Kompas: 5 Desember 2007). Keharmonisan pikiran, perkataan, dan perbuatan menurut Gede Prama, adalah keindahan hidup (Bali Pos, 3 Oktober 2008).
Falsafah “Tri Hita Karana” merupakan falsafah hidup yang bersumber dari masyarakat Bali yang memuat 3 (tiga) unsur yang membangun keseimbangan dan keharmonisan (harmony) hubungan antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, dan manusia dengan lingkungan yang menjadi sumber kesejahteraan (welfare), kedamaian sejati (peacefulness), dan kebahagiaan bagi kehidupan manusia.
Hubungan dengan Tuhan dapat dilakukan dengan jalan melaksanakan persembahyangan (Ibadah) pengabdian kepada Tuhan YME, dan mensyukuri segala sesuatu yang diperoleh dalam kehidupan, terutama Iptek yang diperoleh melalui proses pendidikan dan pembelajaran di ruang formal maupun non formal pendidikan.
Sedangkan hubungan sesama manusia dapat dibangun melalui pengembangan jiwa kasih sikap perilaku sayang, toleransi, saling menghargai, saling menghormati, dan saling mengayomi satu sama lain dalam hubungan humanisme (kemanusiaan).
Sejalan dengan nilai-nilai filosofi “Tri Hita Karana” ternyata keterampilan dan kemandirian tidak terlepas dari pendidikan yang dimulai dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi. Pendidikan merupakan hal yang terpenting dalam pembentukan proses kehidupan dan pergaulan yang selalu berkembang.
Sehingga menjadi seseorang yang terdidik dan menjadi orang yang berguna baik bagi Negara, Nusa dan Bangsa. Pendidikan pertama kali didapatkan melalui keluarga, sekolah, dan masyarakat yang terjadi secara bertahap untuk pengembangan dan pengetahuan serta keterampilan. Pendidikan berlandaskan budaya “Tri Hita Karana” merupakan sebuah konsep untuk membangun masyarakat sejahtera sekala maupun niskala.
Konsep yang harus dilaksanakan guna mencapai kehidupan yang tat twam asi, adalah konsep seperti “sekala niskala, rwa bhineda, tat twam asi, luan teben, desa kala patra, tri semaya, catur purusa artha”. (Ashrama (2005), dalam windia dan dewi (2011:8).
Dengan menerapkan Konsep pendidikan berdasarkan budaya “Tri Hita Karana” sangat relevan untuk mencapai kesejahteraan (sekala dan niskala). Sebagaimana dalam penelitian oleh Kertih dan Sukadi (2007), mengemukakan bahwa program pendidikan yang dapat memberdayakan dan ikut berpartisipasi mewujudkan nilai-nilai “Tri Hita Karana” yakni pengetahuan sosial budaya dan agama Hindu, pemahaman konseptual ideologi “Tri Hita Karana”.
Tri Hita Karana yang seimbang dapat dicirikan pada saat terjadinya hubungan yang saling mengisi dan memberi antara satu dengan yang lainnya. Hubungan ini terjadi pada agama dan ilmu karena ada pepatah yang mengatakan bahwa “agama tanpa ilmu lumpuh, ilmu tanpa agama buta dan kedua hubungan ini didapat melalui pendidikan”.
Untuk menjawab persoalan di atas, sebagai seorang mahasiswa, dengan giat dan bersemangat menempuh pendidikan perkuliahan dengan sepenuh hati dalam upaya pencerdasan generasi muda bangsa yang nantinya menjadi “iron stock” bagi kemimpinan di negeri ini. Dan itu adalah sebuah keharusan dalam pelaksanaan progress bangsa Indonesia kedepanya yang lebih maju.
Sebagaimana alternatif dan solusi yang tidak berlebihan dalam menjawab permasalahan maka penulis, sebagai mahasiswa memberikan langkah nyata melalui penguatan intelektualitas pendidikan berbasif filosofi “Tri Hita Karana” sebagai persiapan Provinsi Bali, untuk menjawab dan mewujudkan kesiapan Peradaban (Indonesia Emas 2045).
Masyarakat, khususnya institusi pendidikan memegang peranan penting untuk menyiapkan generasi masa depan Indonesia yang memiliki kecerdasan yang komprehensif, yaitu produktif, inovatif, damai, dalam interaksi sosialnya, sehat, menyehatkan dalam interaksi alamnya dan berperadaban unggul, kompetetif dan berbudaya.
Dengan demikian, hasil kedepanya Indonesia khusunya Provinsi Bali, dapat menciptakan Agen Perubahan pemuda-pemudi (khususnya mahasiswa) yang dapat mengemban amanah dengan kualitas dan keunggulan, yang mampu menjawab tantangan zaman menuju 100 tahun Indonesia. Generasi Emas yang siap dalam mengembangkan peredaban. Yang mampu mengemban amanah Bangsa di kemudian hari dan dapat menjawab tantangan (bonus demografi).
Tentang Penulis : Franky Dwi Damai, Ia merupakan pemuda yang berkesempatan baik dapat berkuliah di Universitas Pendidikan Ganesha-Singaraja- Bali. Ia, Mengambil studi Ilmu Hukum. Ia, juga seorang anggota HMI Cabang Singaraja. Cinta gerakan sosial yang cenderung penuh (kebersamaan) serta hanif atau cenderung pada kebenaran.