Essai : Peran Mahasiswa Melalui Gerakan Literasi Edukasi Etika Media Sosial (GLEEMS) Sebagai Upaya Dalam Mencegah Serta Melawan Penyebaran Berita Hoax





Sumbe Gambar : Hoax.com.

Media komunikasi massa baik media online atau media cetak, seiring berjalanya waktu  selalu berkembang pesat dalam mengikuti perkembangan zaman serta kemajuan teknologi. Ternyata peranan media dalam penyebaran suatu berita sangat mempengaruhi pola pikir masyarakat. Penyebaran berita melalui media online tidak hanya dilakukan oleh media-media komunikasi yang sudah memiliki nama. 

Persepsi masyarakat tentang pembuat berita seringkali dikaitkan dengan peranan wartawan. Sehingga ketika terjadi keresahan banjirnya berita hoax yang terkena dampak adalah wartawan, cetak, elektronik maupun online. 

Akibatnya kepercayaan terhadap wartawan dan media menurun drastis. Karena masyarakat semakin banyak yang berasumsi sendiri tentang berita yang didapat dari oknum penyebar hoax padahal berita tersebut belum benar dan belum bisa dipercaya.

Akan tetapi, ternyata saat ini informasi-informasi yang disebarkan oleh individual secara (dominan) inilah yang lebih sering tidak memiliki pertanggung jawaban atas kebenaran informasi tersebut berisi mengenai berita hoax.

Saat ini banyak sekali berita-berita hoax yang sangat mudah kita temukan di media online. Melihat masyarakat yang mudah terpengaruh oleh suatu berita tanpa mencari tahu kebenaran akan berita tersebut dapat menjadi suatu permasalahan. 

Karena semakin banyak beredarmya Informasi hoax biasa dilakukan secara individual yang artinya dibuat oleh akun personal, di media sosial sendiri biasa dilakukannya penyebaran berita melalui grup yang ada di media sosial seperti facebook, whatsap, twitter. Banyaknya informasi yang masuk di media sosial dan grup-grup akun personal tanpa disadari berita palsu mudah di share atau dibagikan. 

Melalui fitur-fitur tersebut, berita dan informasi dapat dibagikan secara viral, hingga tersebar luas dan terjadi dalam waktu singkat layaknya wabah penyakit yang disebarkan oleh virus. 

Begitu kejamnya hoax, sampai bisa membunuh karakter  sumber daya manusia indonesia, namun sebelum lebih jauh membahas tentang hoax. Ada baiknya,  perlu  kita mengetahui apa itu hoax? Sehingga kita tidak kebablasan membahas hoax dan akhirnya kebablasan.

Menurut Hoaks KBBI, ternyata Hoax mengandung makna berita bohong, berita tidak bersumber.  Diperkuat Silver, yang mengungkapkan bahwa hoax merupakan  rangkaian informasi yang memang sengaja disesatkan, tetapi dijual sebagai kebenaran, Silverman (2015).

Sedangkan menurut Werme, Hoax adalah Fake news sebagai berita palsu yang mengandung informasi yang sengaja menyesatkan orang dan memiliki agenda politik tertentu. Karena  Hoaks bukan sekadar misleading alias menyesatkan, akan tetapi hoax adalah informasi dalam fake news juga tidak memiliki landasan faktual, tetapi disajikan seolah-olah sebagai serangkaian fakta (Werme : 2016).

Tidak bisa dipungkiri, ternyata hoax terjadi karena ada 2 kemungkinan, satu sisi karena kesengajaan yang digunakan untuk meningkatkan popularitas seseorang. Pihak yang terkait dengan berita hoax turut berpartisipasi dalam pembuatan berita hoax tersebut. Pembuatan berita hoax cara sengaja tersebut bertujuan agar pihak yang terkait menjadi buah bibir di masyarakat. 

Hal ini akan meningkatkan popularitas dari pihak tersebut. Seseorang yang sebelumnya kurang dikenal di masyarakat menjadi terkenal, atau seseorang sudah tidak populer kembali menjadi populer karena namanya kembali banyak dibicarakan di masyarakat. 

Namun, satu sisi juga dapat terjadi karena ketidak inginan, sehingga hoax kebanyakan dibuat oleh seseorang tanpa sepengetahuan pihak yang terkait dengan berita hoax tersebut. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk mencemarkan nama baik dari pihak yang terkait dengan berita hoax tersebut. Politik sering menjadi faktor pendorong utama dari hal tersebut.

Seseorang berusaha untuk mendapatkan kekuasaan atau simpati dengan cara menjatuhkan reputasi lawannya melalui pembuatan berita hoax. Dilansir dari media (Qureta.com) dalam tulisan Ita Ainun Anisa, yang mengutip catatan Dewan Pers, di Indonesia terdapat sekitar 43.000 situs yang mengaku sebagai portal berita. 

Namun, dari jumlah tersebut yang sudah terverifikasi sebagai situs berita resmi tak sampai 300. Artinya terdapat setidaknya puluhan ribu situs yang berpotensi menyebarkan berita palsu di internet yang mesti diwaspadai. Memeriksa fakta suatu berita terkadang media atau portal berita yang resmi memberikan berbagai framing pemberitaan sesuai dengan konsep berita atau ideologi yang dimilikinya.

Hal itu yang menimbulkan kebingungan pada masyarakat terhadap suatu berita faktual yang silih berganti. Atas dasar itu, maka adanya gerakan literasi untuk memahami bahasa informasi yang ada di media perlu ditingkatkan.  

Selanjutnya  berdasarkan informasi yang terlansir pada kompas.com edisi 27 Desember 2017 bahwa kualitas pendidikan Indonesia masih dibawah rata-rata berdasarkan indikator Programme for International Students Assessment (PISA) sedangkan program literasi nasional yang dikembangkan pemerintah untuk meningkatkan performa pendidikan di Indonesia masih bersifat formalitas.

Menurut Annisa (2019), dalam tulisanya tersebut. Ia memberikan strategi sebagai cara dalam meminimalisir hoax. Pertama, memperbanyak membaca literatur dari media cetak, seperti buku, majalah, surat kabar. Sebab berita, informasi dan pengetahuan dari media cetak cenderung hati-hati dan memperhatikan kualitas isinya. 

Kita tahu bahwa penulis ketika akan menerbitkan buku akan memperhatikan kualitas tulisannya sehingga penerbit pun mau menerbitkan dan menjual bukunya. Wartawan media cetak tidak semudah wartawan media online mencari berita aktual sehingga mereka cenderung hati-hati terhadap informasi, berbeda dengan media online yang bisa mendapat berita dengan cepat sehingga bisa diedit sesuai kebutuhan.

Perlu digaris bawahi di sini, bahwa media cetak bukan hanya koran dan majalah saja, televisi juga merupakan media cetak yang dicetak melalui film (Bisa lihat dan baca sejarah televisi).

Kedua, Membatasi diri dengan jadwal penggunaan internet sesuai kebutuhan. Selain menambah informasi, lewat internet kita juga bisa menjalin komunikasi dengan teman maupun kerabat melalui aplikasi media sosial Whatsapp, Line, BBM, Twitter, Facebook, maupun Instagram. 

Selain kebutuhan tersebut terkadang kita iseng-iseng atau sengaja mencari informasi atau berita lewat situs apa saja lewat mesin pencarian google. Bahwasanya setiap situs memiliki trik tersendiri agar halamannya berada pada mesin pencarian google sehingga bisa berada diposisi awal dalam pencarian. 

Membatasi diri disini adalah apa tujuan kita mencari informasi tersebut, sehingga kita tidak merugikan diri sendiri maupun orang lain. Ketiga,  Tetap waspada terhadap berita atau informasi yang belum tentu kebenarannya, kita pun jangan sampai asal membagikan berita tersebut kepada orang-orang apalagi dengan berita yang sifatnya provokatif.

Keempat, Mengadakan sistem pendidikan berbasis teknologi anti hoax. Ini memang tak semudah yang kita bayangkan, namun ini merupakan tugas pemerintah untuk menambahkan kurikulum yang ada dipendidikan agar masyarakat Indonesia khususnya bagi pelajar mengetahui bahaya berita hoax.

Perlunya mengamalkan, cara-cara di atas agar kita tetap pada koridor anti hoax. Mengingat semakin berkembangnya hoax di masyarakat juga mendorong beberapa pihak dalam mulai melawan penyebaran hoax. Munculnya gerakan literasi media khususnya internet sehat merupakan salah satu wujud kepedulian masyarakat terhadap dampak buruk media internet. 

Perkembangan internet selain memberikan dampak positif pada kehidupan manusia juga memiliki dampak negatif. Seperti, mengurangi tingkat privasi individu, dapat meningkatkan kecenderungan potensi kejahatan, dan penyimpangan  di dunia maya yang merugikan satu sama lainya. Dengan keadaan media yang hampir sebagian besar terdapat unusr-unsur berita hoax. 

Maka sejak tahun 2016 lalu, pihak dari pengelola facebook mulai memperkenalkan fitur yang memungkinkan sebuah link  artikel yang dibagi melalui facebook akan diberi tanda  Dispute  tanda centang bagi artikel-artikel yang ditemukan menyebarkan informasi yang dapat diragukan kebenarannya. 

Selanjutnya, aplikasi pesan instan populer seperti Line juga mulai memerangi hoax dengan aktif menyebarkan informasi melalui Line New, manakala suatu hoax mulai ramai di tengah masyarakat. Selain  platform sosial media tersebut, masyarakat juga mulai menggagas program (Turn Back Hoax), dimana suatu informasi hoax akan diidentifikasi dan dipublikasi mengenai kebenarannya melalui berbagai media, diantaranya grup facebook dan melalui website (Turn Back Hoax).

Padahal sudah ada regulasi yang jelas mengatur tentang berita hoax, akan tetapi masih saja banyak orang tidak berpikir panjang sebelum menuliskan berita hoax. Mereka tidak menyadari bahwa pembuatan berita hoax melanggar pasal 27 dan 28 dari UU ITE, serta pasal 14 dan 15 dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.

Maka konsekuensi logisnya, penulis berita hoax dapat dihukum penjara dan dikenai denda apabila pihak yang terkait dengan berita hoax tersebut mempermasalahkan pemberitaan tersebut dan membawanya ke jalur hukum. Sehingga masyarakat perlu hati-hati, agar tidak masuk pada penyimpangan yang merupakan unsur yang mencerminkan perilaku hoax.

Sebab saat ini sudah ada pasal 28 ayat 1 Undang-Undang ITE yang berisi  setiap orang yang dengan sengaja dan atau tanpa hak menyebarkan beritabohong dan menyesatkan, ancamannya bisa terkena pidana maksimal enam tahun dan denda maksimal Rp 1 miliar, sungguh menyeramkan dampak dari hoax.

Kini hoax telah menjadi wabah yang perlu untuk ditangkal dengan mengedukasi masyarakat untuk kritis atas masifnya sajian informasi. Salah satunya melalui pendidikan yang dimulai dengan literasi pada pembelajaran bahasa. Lalu untuk masyarakat luas salah satunya yaitu dengan sajian kolom (literasi media) yang perlu untuk digalakkan pada terbitan media-media arus utama, dengan pangsa pembaca masyarakat awam atau yang berpendidikan sekalipun agar tidak lagi menjadi budak (budaya berbagi) tanpa verifikasi lebih lanjut atas apa yang mereka bagikan. Entah itu terkait ujaran kebencian, kritik, atau pun artikel-artikel yang berisi moral panic dengan propaganda provokatifnya.

Berbicara mengenai literasi media, ada ukuran-ukuran yang bisa digunakan untuk menilai baik buruknya sebuah informasi. Bila informasi itu berasal dari televisi, regulasinya ialah (Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran milik Komisi Penyiaran Indonesia). Sedangkan jika informasi itu berasal dari media massa, standarnya mengacu pada aturan Dewan Pers, UU Pers, dan kode etik jurnalistik.

Kembali saya tekankan, sebagai upaya dan jalan aman agar terhindar dari bahaya hoax. Masyarakat sangat perlu mencerna informasi berdasarkan regulasi-regulasi yang telah ada. Apakah berita itu berasal dari media yang terpercaya? Apakah si jurnalis turun langsung ke sumber berita atau mengutip dari media lain?.

Tentu saja tak ada media yang benar-benar independen, tapi apakah media tersebut sudah menerapkan cover both side, dalam menampilkan pendapat kedua belah pihak yang bertentangan? Lantas bagaimana bila informasi tersebut menyebar dari individu-individu di media sosial? Tentu saja proses menelaah membutuhkan waktu tak singkat. 

Netizen perlu menggali lebih lanjut apakah penulis merupakan sumber utama atau hanya sekadar penyebar saja. Selain itu, sebagai pembaca media kita juga perlu  menghindari akun tak jelas identitasnya. Jika pun itu mengaku korban atau saksi kejadian langsung, gali lagi keterangan dari pihak yang berseberangan. Dengan demikian, kita mendapatkan informasi dari dua sisi.

Memang dalam mendidik masyarakat agar memahami literasi media  memang bukanlah hal yang mudah.  Namun, bagi mereka yang telah memahami literasi media, sangatlah perlu memberikan edukasi, sebagai penyeimbang untuk mewarnai media sosial dengan konten yang positif.

Para netizen yang sudah tahu mempunyai tugas memahamkan masyarakat agar tak termakan berita hoax atau tersulut ujaran kebencian. Perlu kerja gotong royong yang tak mudah untuk mencerdaskan satu anak, apalagi seluruh warga dunia maya. 

Dengan demikian, kelak masyarakat akan paham informasi yang tak benar di dunia maya akan bisa menyebabkan perpecahan dan konflik di kehidupan nyata. Musuh sebenarnya bukanlah etnis atau kelompok tertentu melainkan pihak yang bertempik sorak ketika orang-orang saling berseteru.

Sebagai mahasiswa, mengingat peran besar kita sebagai agen perubahan, yang memiliki posisi strategis dalam menjawab tantangan dan permasalahan Bangsa. Maka yang perlu kita lakukan adalah membentuk sebuah lingkungan sehat dalam bermedia sosial “Melalui  gerakan literasi edukasi etika media sosial (GLEEMS) sebagai upaya dalam mencegah serta melawan penyebaran berita hoax”.

Untuk itu yang perlu dilakukan mahasiswa yakni Pertama, adalah mengagas sebuah komunitas di masyarakat, yang bergerak di bidang aksi tanggap isu hoax dengan bekerjasama dengan dosen maupun ahli, yang di dalamnya membahas dan memberikan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat terkait isu hoax.

Kedua, membuat sebuah website literasi media yang berisi tentang edukasi tentang hoax di dalam grup media sosial, secara digital dengan berkerjasama dengan mahasiswa secara keseluruhan yang sepemahaman, dan juga pihak-pihak terkait seperti, Kementerian Informasi dan Informatika (Kominfo), aparat penegak hukum (Kepolisian dan TNI), serta pemerintah daerah Buleleng.

Agar kita bisa mensukseskan dan mendukung berjalanya upaya pemerintah dalam pemberantasan informasi hoax. Dengan demikian, penulis yakin kedepanya langkah ini akan menjadi suatu aksi nyata mahasiswa, yang akan didukung oleh seluruh elemen masyarakat khusunya provinsi Bali. Karena melalui upaya yang demikian, akan berdampak positif dan berkelanjutan.         

Sehingga kedepanya, gerakan literasi edukasi etika media sosial (GLEEMS) mahasiswa, mampu menjawab dan menanggulangi problem persoalan terkait isu hoax, karena masyarakat semakin tahu mana isu dan berita yang hoax dan mana yang tidak dengan kehadiran gerakan literasi edukasi etika media sosial (GLEEMS).



Tentang Penulis : Franky Dwi Damai, Ia merupakan pemuda yang berkesempatan baik dapat berkuliah di Universitas Pendidikan Ganesha-Singaraja- Bali. Ia, Mengambil studi Ilmu Hukum. Ia, juga seorang anggota HMI Cabang Singaraja.  Cinta gerakan sosial  yang cenderung penuh (kebersamaan) serta hanif atau cenderung pada kebenaran.