Untukmu Laki-laki Hebatku (Ayah)


Sumber Gambar : Illustrasi.grid.id

Ayah, Papa, Bapak, Abi, Abah atau apapun panggilannya, yang kutahu dia adalah malaikat tanpa sayap yang diturunkan Tuhan di bumi. Kali ini, biarkan aku mengenang kisah tentang aku dan dia yang kupanggil Bapak. Bapak, satu kata sederhana yang mewakili cinta, kekuatan, inspirasi dan mungkin juga rindu. 19 tahun aku menghirup udara di bumi dan hal yang paling aku syukuri adalah kenyataan bahwa aku adalah seorang putri dari ayah yang begitu hebat.

Dia bapakku yang sederhana namun sangat luar biasa. Satu-satunya laki-laki yang tinggal dirumah kami, karena semua anaknya adalah perempuan. Namun, meski kami semua perempuan, bukan berarti dia akan tinggal diam jika kami salah. Bapakku punya watak yang keras tapi penyayang, dia bekerja sekuat tenaga demi menghidupi kami semua. Dia bapakku yang sangat aku hormati. Karena keringat dan perjuangannya, aku bisa menjadi seorang mahasiswi seperti sekarang ini. 

Bapak tidak pernah banyak menuntut kepadaku, ia membebaskanku untuk memilih apapun yang kumau selama itu positif. Termasuk dalam memilih jurusan untuk kuliah. Aku masih ingat betul, saat aku bilang akan kuliah di Bali dan mengambil Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris. Awalnya ibu dan bapak ragu dengan keputusanku, mereka ingin aku kuliah di Lombok saja agar lebih dekat. Namun karena aku terlalu keras kepala, akhirnya mereka mengijinkan. Asal bisa jaga diri katanya.

Aku mendapat banyak pelajaran dari Bapak, terutama mengenai ibadah dan kejujuran. Ia pernah bilang “ melangkahlah sejauh mungkin, asal jangan pernah tinggalkan sholat dan selalu jujur”. Ya, kalimat itu sangat sederhana tapi menjadi sesuatu yang sangat sulit dilakukan bagi kebanyakan orang. Bapak benci kebohongan, intinya harus selalu jujur meski itu pahit. Ia juga tidak suka orang yang melalaikan sholat, orang islam harus sholat katanya.

Sudah setahun lebih aku tidak bertemu Bapakku, aku belum sempat pulang karena urusan kuliah dan organisasi. Aku merasa seperti Bang Toyib versi perempuan. Aku rindu semuanya, terutama Mama dan Bapak. Hal yang sering aku rindukan adalah ketika Bapak makan masakanku dan minum kopi buatanku. Bapak memang lebih suka makan di rumah, lucunya meskipun telah makan di luar, sampai rumah ia akan makan lagi.

Bapak suka mengajak aku ke sawah sore-sore, mengusir burung pemakan padi. Berdua saja, lalu kami akan bicara banyak hal. Atau membantunya mengairi tanaman bawang, sampai semua pakaianku basah dari ujung kaki sampai kepala. Biasanya anak laki-laki yang melakukan itu, tapi karena aku suka bermain air, aku sering melakukannya saat libur sekolah. Itu adalah momen-momen yang membuat aku merasa jauh lebih dekat dengannya. 

Aku tak pernah kekurangan kasih sayang sedikitpun dari kedua orang tuaku. Selama aku kuliah, aku benar-benar merasa menjadi sebuah prioritas. Aku tahu meski dunia ini aku serahkan pada meraka, itu tak akan cukup untuk membalas jasa-jasa kedua orang tuaku. Kini tujuanku hanya satu, yaitu membuat meraka bangga dengan kesuksesanku.

Hidup jauh dari keluarga membuat aku banyak belajar tentang kemandirian. Mencoba menyelesaikan masalah sendiri tanpa melibatkan orang lain. Namun, ketika masalah besar datang, keluarga adalah tempatku mengadu. Jujur, aku akan merasa lebih tenang jika mendengar suara mereka.

Terakhir, aku ingin mengucapkan terimakasih untuk Bapakku. Terimakasih karena telah hadir dengan kasih sayang dan pengorbanan yang sangat besar. Bapak, aku ingin menjadi mata bagimu untuk melihat dunia yang luas ini. Aku ingin berpijak di setiap sudut bumi yang tak pernah kita bayangkan sebelumnya. Mimpiku hanya satu, membuat kalian bahagia di hari tua.


Tentang Penulis : Nur Alfillail, Ia seorang Mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris (S1) Universitas Pendidikan Ganesha Bali. Beliau juga merupakan Aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang  Singaraja.