(Sumber : Doc. T. Rahman Al-Habsy //2019)
Setelah saya melihat story yang berlalu-lalang di timeline WhatApp dan Instagram, jujur saya penasaran dengan isi bukunya. Kumpulan puisi hasil karya penyair muda T. Rahman Al Habsyi berjudul Sepanjang Usia yang Kesepian, seakan mengajak pembaca untuk lebih mengenal arti sebuah kehidupan. Yang terpenting adalah rasa kehilangan. Kehilangan adalah hal yang wajar. Tetapi jika kehilangan seseorang yang benar-benar berharga tak bisa dikatakan dengan kata-kata, selain dengan rasa ikhlas bahwa tuhan berhak untuk mengambil kembali sesuatu yang telah diberikan kepada umat-Nya.
Saya bukanlah penikmat puisi. Terkadang saya cepat merasa bosan dengan membaca puisi yang tidak tahu pesan apa yang ingin disampaikan penulis kepada pembaca. Beda dengan kumpulan puisi Sepanjang Usia yang Kesepian, bahwa saya dapat langsung merasakan bagimana sakitnya merasa kehilangan. Gaya penulisan yang ringan, namun tetap menyimpan pesan yang luar biasa. Saya benar-benar menikmati karya penyair muda ini.
Bagaimana tidak? Dari segi syairnya menyampaikan bahwa Al Habsyi sangat mendewikan seorang kekasih yang bernama IBU. Hal itu jelas bahwa dari latar belakang penulisnya yang akrab dengan sosok ibunya. Saya tahu persis, bahwa ibu adalah sosok tuhan yang nampak di dunia. Apapun yang seorang anak inginkan lambat laun, akan dikabulkan. Dan saya juga merasakan bagaimana rasa sakit, pedih, hancur yang mungkin tidak bisa diucapkan dengan kata-kata. Dialah kehilangan yang tak akan bisa untuk kembali lagi.
“Dua kali bibirku mengecup, tentu aku tak bisa memeluk, kain itu membatasi, dan keranda membawamu pergi, meninggalkan tempat peribadatan, aku tak ingat lagi, tubuhku kaku seperti tak berfungsi. (Ciuman Terakhirku; hal 6).
Lagi dan lagi seorang Al Habsyi melalui syairnya mengambarkan kepada saya ada sebuah cinta yang patah. Cinta itu telah pergi dan tak mungkin bisa kembali. Selain dengan kalimat suci yang mampu mendamaikan hati bahwa cinta itu akan baik-baik saja bersama Tuhan Yang Maha Esa.
Menghibur Diri
Bagaimanapun sebagai manusia biasa juga harus pandai dalam menghibur diri. Merasakan kehilangan bukanlah perkara yang mudah, namun cukup sulit untuk mengatasinya. Salah satu bentuknya bisa berupa tulisan, maka secara tak sadar hati akan mersa lega dengan sedikit berkurangnya beban yang ada.
“Arah pandang kita menatap lampu temaram kota, kita sekarang di puncak Desa Panduman istimewa, sebagai dua orang yang sama-sama terluka dipaksa untuk tertawa. (Tepi Bukit Panduman; hal 65).
Lewat syair-syairnya, Al Habsyi telah mengajarkan saya bagaimana harus belajar ikhlas. Berkali-kali hati terluka, maka sewajarnya kita perlu menyemangati diri sendiri. Seperti tertawa walaupun menyimpan duka, setidaknya hati tak terlihat benar-benar hancur. Mungkin sebagian pembaca menggambarkan pesan yang tersirat dalam syair-syair Al Habsyi berbeda, tapi saya dapat menangkap bahwa sesuatu yang hilang belum tentu dapat ditemukan lagi. Oleh karena itu menghibur diri itu hal yang wajib dipraktikkan ketika menyimpan luka.
Perpisahan Bukanlah Duka
Belum tentu juga seseorang yang mengalami perpisahan adalah duka yang berkepanjangan. Perpisahan itu dapat kita rasakan bahkan kita ulang kembali. Benar pepatah mengatakan Setiap ada pertemuan pasti ada perpisahan, maka itu benarlah terjadi. Namun bukan berarti ketika berpisah kita tak akan punya kesempatan untuk berjumpa kembali.
“Sebelum pintu dan jendela terbuka, menyelami aksara sajakku, menulis segala tentangmu, kau berbalik badan, menjauh dari pandang, dan angina membawa aku ke kampung halaman. (Bandara dan Pulang; hal 110).
Rentetan syair yang ditulis Al Habsyi hampir sebagian perihal tentang perpisahan dan kehilangan. Namun masalah itu mampu diatasi dengan sederhana. Seakan pertemuan dan perpisahan itu tak pernah terjadi. Karena Al Habsyi pandai dalam mengemas kenangan-kenangan itu. Contohnya lewat syair-syair Sepanjang Usia yang Kesepian.
Tentang Penulis :Pemuda yang kerap di sapa Arif, atau lebih akrabnya Arif James Lahir di Tuban, 12 Juli 1996. Belajar menjadi manusia kuat, dan kokoh tak tertandingi yang bermodalkan nekad dan niat. Bismilah, atas ijin Tuhan semua akan baik-baik saja