Benarkah PB HMI sedang mengalami kemunduran struktural. Jika benar apa yang sedang terjadi saat ini. Sehingga, begitu banyak permasalahan yang merongrong (PB HMI). Melalui tulisan ini, semoga para pembaca tahu.
Konflik PB HMI
Setelah terlaksananya Kongres PB HMI ke - XXX yang di selenggarakan di Ambon. Sejalan dengan terpilih dan ditetapkanya Kakanda Respiratori Saddam Al- Jihad, sebagai Ketum PB HMI. Ternyata mengundang, sebuah polemik besar di dalam struktural tubuh (PB HMI). Sehingga PB HMI, mengalami kondisi gejolak yang berujung pada kekacauan.
Setelah terlaksananya Kongres PB HMI ke - XXX yang di selenggarakan di Ambon. Sejalan dengan terpilih dan ditetapkanya Kakanda Respiratori Saddam Al- Jihad, sebagai Ketum PB HMI. Ternyata mengundang, sebuah polemik besar di dalam struktural tubuh (PB HMI). Sehingga PB HMI, mengalami kondisi gejolak yang berujung pada kekacauan.
Namun, perlu ditekankan bahwa gejolak di dalam tubuh (PB HMI) saat ini, di dasari beberapa faktor. Pertama, kemenangan Saddam, sebagai Ketum dalam Kongres Ambon ke-XXX yang ganjal, dikarenakan hanya satu putaran saja, sehingga terjadi Aklamasi.
Kedua, Kemenangan saddam, tidak murni dari seleksi alam seorang pemimpin. Karena dilandasi permainan gerbong, dengan cara koalisi para calon. Ketiga, karena dilandasi iming-iming, jual beli jabatan. Keempat, Faktor Budaya Patronase bermain di dalamnya. Sehingga, faktor di atas berimplikasi terhadap lajur munculnya gejolak keretakan di dalam tubuh (PB HMI).
Sehingga, terjadi dualisme kepemimpinan, serta Kubu di dalam internal (PB HMI). Antara Saddam Al-Jihad, sebagai Ketum Sah secara Konstitusi berdasarkan Kongres ke-XXX, di Ambon.
Maupun, PJ Ketum, Arya Kharisma Hardy, yang semula sebagai Sekjen. Berdasarkan surat Keputusan yang di tanda tangani oleh 10 (MPK PB HMI) melalui (SK: 08/KTPS/A/05/1440 H). Dan jika, digariskan sesuai konstitusi keduanya sah dan benar sama-sama Ketua Umum.
Akan tetapi, jika mengacu pada SK MPK PB HMI, pada tanggal 10 Januari 2019. Sebenarnya, Saddam sudah tidak lagi sah dan tidak dibenarkan, jika dikatakan sebagai Ketum PB HMI, berdasarkan (SK : 08/KPTS/A/03/1440 H).
Diperkuat dengan menimbang hadirnya kasus "Ammoral/Asusila" yang terjadi terhadap Ketum Saddam Al-Jihad. Sejalan dengan Rapat MPK PB HMI, yang telah memutuskan Saddam Al-Jihad, terbukti secara sah dan meyakinkan melalukan perbuatan "Ammoral/Asusila".
Menurut Penulis, mengingat kita sebagai organisasi Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Tentu, jika dikaji secara nilai "Rull Keislaman" tentu tidak sesuai, jika Saddam Aljihad, masih dipertahankan. Apalagi secara konstitusi HMI.
Sebagai cara menyelesaikan konflik di atas. Maka cara jitu, yang sejalan dengan logika, sederhana, "apabila seorang pemimpin, yang jelas-jelas bersalah. Maka, sudah seharusnya, ia menyadari sebagai konsekuensi logis. Ia, harus dengan sadar melepas diri, dari Jabatanya. Bukan malah bertahan, seakan tidak bersalah dan merasa benar, bahkan pantas untuk dipertahankan".
Akan tetapi realitanya, sudah tidak sejalan dengan "Rull Keislaman". Alih-alih kesalahan tetap di kesampingkan. Dengan menunggangi legitimasi gerbong, maupun elit ternyata, kekuasaan Kakanda Saddam Al-Jihad, tetap dipertahankan.
Sungguh, miris gejolak yang sedang terjadi dalam tubuh PB HMI. Jika, para oknum Kader tidak lagi mencirikan sebagai generasi "Insan Cita" yang memiliki fitrah suci, yang tidak lagi seirama dengan arah juang (Pasal 4 ADART HMI).
Lantas apa yang seharusnya di lakukan para Kader HMI? Khususnya di dalam Tubuh PB HMI? Padahal Kader HMI, yang dibutuhkan saat ini, merupakan Kader Pionir yang benar-benar bisa menjunjung tinggi, gelar kader Umat. Yang sejalan dengan nilai Pasal 4 (ADART HMI) dalam kehidupan sehari-hari.
Sebagai Kader yang diharapkan mampu menjadi alat perjuangan dalam mentransformasikan gagasan dan aksi terhadap rumusan cita yang ingin dibangun yakni "Terbinanya insan akademis, pencipta, pengabdi, yang bernafaskan Islam dan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang dirindhoi Allah SWT".
Namun, realitas yang terjadi saat ini, kader-kader (HMI) seakan lupa arah dan tujuan. Kebanyakan dari mereka lebih takut kepada Penolong sesaat, menghamba terhadap seorang Pemimpin yang salah jalan. Dibandingkan harus konsisten dengan menaati "Rull Amaliah" yang digariskan dalam Pasal 4 (ADART HMI) yang sejalan dengan perintah Allah.
Semoga kita semua bisa merenung, agar tidak menimbulkan perpecahan dari sikap keberpihakan dalam sejarah peradaban kemunduran (HMI). Akibat terlalu fanatisme dalam mendukung "salah satu" dari mereka yang sedang diberikan amanah dalam (PB HMI).
Perlu digaris bawahi tentunya, sebuah kesalahan besar jika, di antara yang berseteru. Tetap dibela dan diberikan penguatan oleh beberapa oknum yang berpihak, dengan tendensi kepentingan sesaat.
Semoga, kita senantiasa dalam lindungan Allah Swt. Agar tidak terjerat, bahkan ikut menjadi motor di dalam perilaku dan perbuatan di atas, wahai teman-teman sehimpunan "Hijau Hitam" tercinta.
Perlunya Bijak Sebagai Pemimpin
Perlunya Bijak Sebagai Pemimpin
Hadirnya tulisan ini, tidak bermaksud untuk menggurui, apalagi sebagai wujud intervensi politis. Akan tetapi lebih tepatnya, adalah wujud serpihan-serpihan suara ketidak berpihakan, yang dapat penulis sampaikan. Sebagai suara lantang dalam tinta kebebasan ekspresi seorang kader yang miris. Setelah melihat, membaca, mencermati, menelaah dan menganalisa, akan kemunduran organ-organ maupun komponen internal (PB HMI).
Tidak hanya itu. Seharusnya seorang kader HMI, bisa melihat mana yang layak dan mana yang perlu diutamakan. Bukan malah sebaliknya, seperti yang telah dilakukan oleh, seorang oknum yang sangat berpengaruh dalam ruang Himpunan Hijau Hitam. Sebut saja, ia "Rizal Mukhlis" seorang pemimpin yang memegang amanah sebagai Ketua Umum, Badko (Bali Nusra). Keberpihakanya, sungguh keterlaluan.
Dan, sungguh ia harus sadar, agar segera melalukan perenungan mendalam, sebagai langkah pertaubatan secara organisatoris. Ia, jelas-jelas telah mendukung dan melegalkan dirinya, sampai-sampai Badko juga dilibatkan di dalamnya.
Sungguh, mencengangkan. Sebagai seorang Insan yang berkualitas, berpengaruh dan dijadikan panutan. Akan tetapi, malah justru mempelopori pemimpin yang terjerat dalam penyimpangan secara Konstitusional HMI. Tidak lain, dalam kaitan ini adalah Kakanda Ketum, Saddam Al Aljihad".
Kakanda Rizal Mukhlis, sebagai Seorang Ketum Badko, Bali Nusra. Melalui sikapnya sangat ceroboh, dan tidak berpikir panjang. Memilih menggadaikan (Badko, Bali Nusra), untuk legitimasi kekuasaan pribadinya. Dengan terang-terangan memberikan dukungan terhadap (Ketum Mandataris Kongres) yang sudah di (PJ).
Dan sungguh, itu tidak dibenarkan di dalam Konstitusi HMI. Karena, jelas-jelas Kakanda Saddam terjerat kasus "Ammoral/Asusila". Namun, tetap saja, Rizal Mukhlis malah mendukung penuh Saddam Aljihad.
Untuk merefleksi, dan melakukan pertaubatan Organisatoris. Maka jalan pertaubatan adalah dengan cara mendukung penuh kegiatan Pleno II di Bogor. Sesuai dengan "Asas Keislaman" dan sejalan dengan (Idenpedensi Etis, serta Organisatoris HMI), maka segera bertaubatlah. Dan memohon maaf, terhadap PJ Ketum, Arya Kharisma Hardy.
Untuk merefleksi, dan melakukan pertaubatan Organisatoris. Maka jalan pertaubatan adalah dengan cara mendukung penuh kegiatan Pleno II di Bogor. Sesuai dengan "Asas Keislaman" dan sejalan dengan (Idenpedensi Etis, serta Organisatoris HMI), maka segera bertaubatlah. Dan memohon maaf, terhadap PJ Ketum, Arya Kharisma Hardy.
Tentang Penulis : Achmad Chalim, merupakan Aktivis HMI Cabang Singaraja. Ia, juga menjabat sebagai Ketum HMI Cabang Singaraja, Periode 2018/2019.