Kader HMI : Menyikapi Wajah MCDonalisasi di Pulau Dewata



(Sumber Gambar : Dokumen B. Angga S)

Setiap masyarakat selama hidup mengalami perubahan. Ada perubahan-perubahan yang pengaruhnya terbatas maupun luas, serta ada pula perubahan dengan pengaruh yang lamban dan begitu juga sebaliknya. Perubahan ini hanya akan ditentukan oleh seseorang yang sempat meneliti susunan dan kehidupan suatu masyarakat pada suatu waktu dan membandingkannya dengan susunan dan kehidupan masyarakat tersebut pada waktu yang lampau.

Perubahan terjadi dalam masyarakat dapat mengenai nilai-nilai sosial, norma-norma sosial, pola-pola perilaku organisasi, susunan lembaga kemasyarakatan, lapisan-lapisan dalam masyarakat, kekuasaan dan wewenang, interaksi sosial dan lain sebagainya.Perubahan ini adalah dampak dari perkembang di era globalisasi. Dampak tersebut tidak selalu menghasilkan positif tetapi juga negatif yaitu perubahan yang terjadi akibat bidang politik, ekonomi, sosial, budaya dan teknologi informasi.

Adanya dampak negatif terjadi dikarenakan manusia kurang bisa mengambil dampak baik dari globalisasi sehingga lebih banyak mengambil sisi negatifnya di banding sisi positifnya. Globalisasi mencakup sejumlah proses transnasional yang dipisahkan satu sama lain walaupun mereka dapat dilihat sebagai sebuah hal yang mengglobal dalam capaian mereka.

Hadirnya globalisasi telah menjadi perhatian bagi kalangan bisnis, khususnya munculnya pasar-pasar global dan berbagai teknologi, salah satu fenomena globalisasi ini adalah munculnya (McDonaldisasi). McDonaldisasi adalah istilah yang dipakai oleh sosiolog, George Ritzer dalam bukunya, The McDonaldization of Society (1993).

Ia, menjelaskan bahwa McDonaldisasi terjadi ketika suatu budaya memiliki ciri-ciri restoran makanan cepat saji. McDonaldisasi adalah rekonseptualisasi rasionalisasi, atau perpindahan dari mode pemikiran tradisional ke rasional, dan manajemen ilmiah.

Jika Max Weber memakai model birokrasi untuk mewakili arah masyarakat yang mengalami peralihan, Ritzer memandang bahwa restoran cepat saji telah menjadi paradigma kontemporer yang lebih mengena pemikirannya. Dalam masyarakat kontemporer. Konsepsi McDonaldisasi mendapat perhatian dalam berbagai aspek seperti budaya. Poses McDonaldisasi dapat diringkas menjadi prinsip-prinsip restoran cepat saji yang semakin mendominasi sektor-sektor masyarakat Amerika Serikat dan seluruh dunia, salah satunya yaitu Indonesia pada khususnya di Pulau Bali.

Hal tersebut menjadi tantangan yang bisa mengancam kepribadian bangsa, Indonesia sekarang berada dipusaran arus globalisasi dunia. Rakyat yang tumbuh di atas kepribadian bangsa asing mendatangkan kemajuan, tetapi kemajuan tersebut akan membuat rakyat menjadi asing dengan sendirinya.

Masuknya McDonaldisasi di Bali
Bali adalah sebuah provinsi di Indonesia. Ibu kota provinsi ini adalah Denpasar. Bali juga merupakan salah satu pulau di Kepulauan Nusa Tenggara. Di awal kemerdekaan Indonesia, pulau ini termasuk dalam Provinsi Sunda Kecil yang beribu kota di Singaraja, dan kini terbagi menjadi 3 provinsi: Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur.

Selain terdiri dari Pulau Bali, wilayah Provinsi Bali juga terdiri dari pulau-pulau yang lebih kecil di sekitarnya, yaitu Pulau Nusa Penida, Pulau Nusa Lembongan, Pulau Nusa Ceningan, Pulau Serangan, dan Pulau Menjangan. Secara geografis, Bali terletak di antara Pulau Jawa dan Pulau Lombok. Mayoritas penduduk Bali adalah pemeluk agama Hindu. Bali juga dikenal dengan julukan Pulau Dewata dan Pulau Seribu Pura.

Selain terkenal dengan keindahan alam, terutama pantainya, Bali juga terkenal dengan kesenian dan budayanya yang unik dan menarik. Industri pariwisata berpusat di Bali Selatan dan di beberapa daerah lainnya. Lokasi wisata yang utama adalah Kuta dan sekitarnya seperti Legian dan Seminyak, daerah timur kota seperti Sanur, pusat kota seperti Ubud, dan di daerah selatan seperti Jimbaran, Nusa Dua dan Pecatu.

Bali sendiri sebagai tempat tujuan wisata yang lengkap dan terpadu, dan memiliki banyak sekali tempat wisata menarik, antara lain : Pantai Kuta, Pura Tanah Lot,Pantai Padang - Padang, Danau Beratan Bedugul, Garuda Wisnu Kencana (GWK), Pantai Lovina dengan Lumba Lumbanya, Pura Besakih, Uluwatu, Ubud, Munduk, Kintamani, Amed, Tulamben, Pulau Menjangan dan masih banyak yang lainnya.

Kini, Bali juga memiliki beberapa pusat wisata yang sarat edukasi untuk anak-anak seperti kebun binatang, museum tiga dimensi, taman bermain air, dan tempat penangkaran kura-kura. Sektor pariwisata dapat dan juga dipertimbangkan sebagai pendapatan devisa luar negeri termasuk di Indonesia, khususnya Bali. Sektor kepariwisataan telah menjadi motor penggerak perekonomian dan pembangunan Bali.

Maka dari itu kepariwisataan merupakan bagian yang sangat erat dan tidak dapat dipisahkan lagi dalam kehidupan masyarakat dan pembangunan di Bali. Keindahan alamnya dan budaya Bali yangunik serta beranekaragam dibalut dengan keindahan alam menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan, baik wisatawan manca negara, wisatawan domestik, maupun wisatawan nusantara. Pariwisata budaya merupakan jenis kepariwisataan yang dalam pengembangannya menggunakan kebudayaan derah Bali.

Serta harus dijiwai oleh nilai-nilai agama sebagai potensi daerah yang paling dominan, yang terkandung suatu cita-cita akan adanya hubungan timbal balik antara pariwisata dengan kebudayaan. Sehingga keduanya dapat bersinergi secara serasi, selaras, dan seimbang. Dengan berkembangnya sector pariwisata dan sector-sektor lainnya, lambat laun hal ini juga mempengaruhi pola konsumsi masyarakat Bali itu sendiri. Kehidupan serba modern menciptakan pola-pola konsumsi baru yang merupakan ciri khas dari kehidupan postmodern, hal ini membuat orang atau para konsumen bisa menikmati apa-apa yang disediakan oleh era kehidupan tersebut.

Tujuan, teknik, alat, dan standar-standar etis berubah-ubah dengan berlalunya sang waktu.  Untuk memenuhi kebutuhan itu maka manusia harus bekerja. Pekerjaan merupakan identitas dari manusia itu sendiri. Keberadaan manusia ditentukan oleh pekerjaan yang dimilikinya. Eksistensi manusia hilang manakala ia tidak bekerja.

Dengan timbunan besar barang/komoditi ini melahirkan kemakmuran dalam masyarakat kapitalis. Salah satu dampak kehidupan postmodern ini adalah tumbuhnya pola hidup (McDonaldisasi). McDonaldisasi merupakan suatu fakta bahwa restoran cepat-saji (fastfood) mencerminkan paradigma masa kini dari rasionalitas formal yang dimasa hidup Weber, disebut birokrasi.

Secara tak langsung dapat dinyatakan bahwa rasionalitas formal tersebut merupakan komponen kunci kehidupan postmodern. Menurut Ritzer dan Goodman (2004) ada 4 dimensi rasionalitas formal yaitu, adanya efisiensi, kemampuan untuk diprediksi, lebih menekankan kuantitas ketimbang kualitas dan penggantian teknologi non-manusia untuk teknologi manusia.

Efisiensi berarti mencari cara yang terbaik untuk mencapai tujuan. Dalam restoran cepat-saji, mengulurkan sajian melalui jendela adalah contoh yang baik dari usaha mempertinggi perihal efisiensi dalam mendapatkan pesanan makanan. Kemampuan untuk diprediksi berarti apa yang kita konsumsi nanti persis sama dengan saat ini. Restoran cepat-saji adalah contoh yang baik dari penekanan pada kuantitas ketimbang kualitas.

Penggantian teknologi non-manusia untuk teknologi manusia yaitu apabila ada seorang koki yang tidak terampil diwajibkan mengikuti petunjuk rinci yang diterapkan dalam memasak dan menyajikan makanan. Dengan demikian, restoran cepat-saji mempertinggi rasionalitas formal pada umumnya maupun masing-masing dimensi pada khususnya. Usaha bisnis lain yang tak terhitung jumlahnya dan sektor kehidupan sosial lain berupaya menyamai atau bahkan mengungguli sebagian atau seluruh pembaruan yang diprakarsai oleh restoran cepat-saji tersebut.

Bila rasionalitas formal disamakan dengan modernitas, maka kesuksesan dan penyebaran restoran cepat-saji serta derajat penerimaannya yang menjadi model pelayanan di berbagai sektor kehidupan bermasyarakat lainnya, menunjukkan bahwa kehidupan dunia modern tetap berlangsung. Menurut Marx, sebagaimana alat-alat produksi adalah entitas-entitas yang memungkinkan proletariat untuk memproduksi komoditas, dan dikontrol serta dieksploitasi sebagai pekerja.

Maka pola-pola konsumsi didefinisikan sebagai hal-hal yang memungkinkan orang untuk mendapatkan barang dan jasa serta dikontrol kemudian dieksploitasi dalam kapasitasnya sebagai konsumen. Fenomena inilah yang perhari ini berkembang, khususnya di Bali Bagian Selatan yang telah mengalami banyak perubahan akibat arus globalisasi. Globalisasi membawa banyak perubahan yang tentunya mempunyai sisi positif dan negatifnya tersendiri.

Dampak Mcdonaldisasi Terhadap Kehidupan Ekonomi Bali
George Ritzer (2002) menyebut proses perubahan dan fenomena globalisasi yang merambah ke berbagai penjuru dunia sebagai proses (McDonalisasi). Disebut sebagai (McDonalisasi). Karena dalam pandangan Ritzer proses perubahan yang tengah melanda masyarakat di era post-industrial tak udahnya seperti proses perubahan yang terjadi karena merebaknya praktik bisnis fast food McDonald di berbagai belahan dunia.

Kehadiran McDonald merupakan tonggak lahirnya sebuah “paradigma” yang dinamakan McDonalisasi, yaitu sebuah proses dimana berbagai prinsip restoran fast food hadir untuk mendominasi lebih banyak sektor kehidupan di berbagai negara manapun di dunia. Di berbagai negara, menurut Ritzer apa yang disebut pelayanan cepat saji atau pelayanan instan telah meerambah ke berbagai sektor kehidupan dan diinfestasikan dalam beberapa cara.

Model pengelolaan usaha sperti McDonald tidak saja diadopsi sebatas oleh usaha waralaba makanan, namun telah pula masuk dan berkembang dalam bisnis restoran-restoran cepat saji di negara-negara maju maupun di negara sedang berkembang. Berbeda dengan restoran dengan layanan tradisonal, dalam banyak kasus yang namanya usaha makanan kini cenderung dilakukan serba cepat, seragam, dengan hitungan waktu yang ketat, dan massal.

Sehingga konsumen tidak lagi bisa membedakan antara makanan atau masakan cepat saji di sebuah negara dengan makanan yang sama di negara yang lain. Sensasi makan ayam di McDonald, Kentucky Fried Chicken, Texas Chicken, California Fried Chicken, dsb.

Kini nyaris tidak bisa dibedakan bagaimana perbedaan cita rasanya, karena semua menerapkan prinsip pengelolaan layanan cepat saji. Di berbagai negara, dalam perkembangannya kemudian yang namanya usaha cepat saji atau (McDonalisasi), kini tidak lagi sebatas usaha makanan Instan.

Dengan mengacu atau meniru institusi bisnis Waralaba McDonald, dalam beberapa tahun terakhir tidak sedikit negara mulai mengembangkan variasinya sendiri, mulai dari jenis makanan ringan sampai “body shop” dan aktivitas-aktivitas bisnis non-makanan lain.

Semua jenis usaha ini dikembangkan dengan mengacu pola pengelolaan yang dilakukan McDonald. Di Bali, kini setiap orang bisa dengan mudah berbelanja dan memperoleh berbagai produk perawatan kulit, rambut, dan minyak wangi dari L’Occitane, membeli kaos merek Lacoste, GAP, Zara, dsb.

Mengacu pola pengelolaan yang dilakukan McDonald. Dengan konsep waralaba, maka yang namanya usaha yang berskala massal kini dengan mudah membuka gerai di berbagai mal dan pusat perbelanjaan lainnya. Bali sendiri dinilai pasar menjanjikan bagi bisnis makanan cepat saji, sehingga banyak branding dunia membanjiri pasaran dan menjadikan persaingan bisnis kuliner di Pulau Dewata kian ketat.

Saat ini, setidaknya ada dua pemain besar yang mengusung branding asing yakni Mc Donald dan Kentucky Fried Chicken (KFC) terus bermunculan di Bali. Sebagai daerah tujuan pariwisata, tentunya wisatawan asing dan domestik yang banyak berlibur di Bali, menjadi salah satu pasar yang hendak dibidik. Kecenderungan selera konsumen menginginkan serba cepat dan suasana santai yang mendukung untuk beraktivitas, sembari menyantap makanan juga merupakan alasan kuat kenapa kuliner cepat saji kian diminati berbagai kalangan. 

Utamanya masyarakat di perkotaan dengan karakteristik yang serba cepat, simple dan tidak mau direpotkan dengan berbagai urusan. McDonald's di bawah grup usaha Rekso Nasional Food itu, terus melebarkan sayap bisnis ke seluruh kota besar termasuk di Bali, di mana saat ini sudah ada 148 store di seluruh Indonesia.

Associate Director Commnunication McDonald'Indonesia Sutji Lantyka meyakini, kehadiran mereka tidak akan mematikan bisnis kuliner tradisional di Bali.Menurut Sutji Lantyka, mengungkapakan bahwa "Kami memiliki pasar berbeda-beda, jadi tidak akan mematikan potensi kuliner lokal, bisnis kuliner makanan cepat saji atau franchise ke depan sangat prospektif, hal itu bisa dilihat dari kinerja perusahaan yang terus bergerak positif."

Peran Kader HMI, dalam menghadapi Mcdonaldisasi dan menyongsong, Revolusi Industri 4.0. Sebagai upaya mewujudkan masyarakat Adil dan Makmur. Sungguh berat akan tetapi dengan ikhtiar semua akan dapat terlaksana sesuai misi dan cita hadirnya HMI.

Coba kita refleksi sejenak, memang bukan satu kebetulan jika dalam rumusan Pancasila kata (adil), disebut dua kali; silakedua, Kemanusiaan yang Adil dan Beradap; dan kemudian pada sila kelima, Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Sebagai negara, Indonesia menganut konsepsi negara hukum dalam arti luas (rechtstaat in ruimezin) yang menitikberatkan pada penyelenggaraan kepentingan umum sekaligus mewujudkan kesejahteraan rakyat (welfare state).

Sebagai negara hukum yang menganut falsafah Pancasila, Indonesia bertekad untuk mencapai tujuan pembangunan nasional dengan mengutamakan keadilan dan kemakmuran untuk mewujudkan kesejahteraan lahir batin bagi seluruh rakyat Indonesia sebagaimana tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 Alinea IV.

Untuk dapat merealisasikan tujuan tersebut,  hukum berperan untuk mengatur
kehidupan agar berjalan dengan tertib dan teratur serta diusahakan sedemikan rupa. Sehingga hasil-hasil pembangunan yang telah dicapai dapat dirasakan secara proporsional dan setiap individu dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Keadilan sebagai konsep hukum senantiasa dikaitkan dengan kemakmuran (konsep ekonomi).

Sehingga melahirkan istilah yang lazim disebut adil dan makmur. Pengertian adil dimaksudkan dalam lingkup kehidupan bersama dalam pemenuhan hak dan kewajiban baik dalam bidang hukum maupun moral, sedangkan pengertian makmuradalah tercapainya pemenuhan kebutuhan hidup. Perpaduan antara adil dan makmur sebagai landasan hidup direalisasikan melalui pembangunan nasional yang terpadu dan menyeluruh sehingga akan melahirkan masyarakat Indonesia yang sejahtera atau kesejahteraan umum sebagaimana tujuan nasional yang tercantum dalam Alinea IV Pembukaan UUD 1945.

Hal ini berarti, bahwa setiap warga negara dapat mencapai kesejahteraan lahir batin sesuai denganhaknya, sehingga dapat menikmati secara aman dan tentram tanpa mendapat gangguan. Bangsa Indonesia mempunyai suatu pandangan hidup bersama (Pancasila) yang bersumber pada budaya dan nilai-nilai religiusnya. 

Sehingga diyakini akan mampu memecahkan masalah yang dihadapinya secara tepat serta merupakan pedoman untuk mencapai tujuan yang dikehendaki yaitu adil dan makmur. Hal ini disebabkan Pancasila mengandung konsepsi dasar mengenai kehidupan yang dicita-citakan dan menyangkut gagasan mengenai wujud kehidupan yang dianggap baik untuk seluruh rakyat Indonesia yakni masyarakat sejahtera.

Gencarnya arus globalisasi menghadirkan tantangan serius bagi HMI. HMI perlu meneguhkan spirit perjuangan yang telah ditanamkan para pendiri serta menciptakan inovasi baru dalam pola pergerakannya. Ini tak lain agar HMI bisa terus menjawab problematika zaman dengan kaidah-kaidah kemaslahatan yang kompatibel.

Hal ini sangat berkaitan erat dengan Insan Cita HMI. Insan Cita HMI mungkin bukan perihal yang asing lagi bagi seorang kader HMI, dan bahkan semua kader sudah pasti memahami Istilah ini, karena insan cita adalah bagian dari tujuan HMI" Terbinanya Insan Akademis, Pencipta, Pengabdi yang bernafaskan Islam dan Bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat Adil Makmur yang di Ridhoi Allah SWT". Kualitas "Insan Cita HMI" adalah dunia cita, yaitu suasana ideal yang ingin diwujudkan oleh HMI dalam pribadi seorang manusia yang beriman dan berilmu pengetahuan serta mampu melaksanakan tugas kerja kemanusiaan. Pararel dengan karakter masyarakat cita ini adalah konsep masyarakat madani atau juga disebut dengan civil society yang menjadi cita-cita bangsa Indonesia. 

Sebetulnya pada substansinya tujuan HMI adalah "Terwujudnya masyarakat adil Makmur yang di ridhoi oleh Allah SWT", atau lebih sederhananya sering kita kenal istilahnya cak nur (Masyarakat Madani). Gambaran masyarakat madani sendiri sebagaimana di gambarkan Oleh Al-qur'an "Baldatun Thayyibatun wa Rabbun Ghafur" sebuah negeri yang makmur, tentram, aman dengan sistem pemerintahan yang baik, sebagaimana Negeri saba pada saat di pimpin ratu (balqis dan raja sulaiman).

Menegakkan keadilan mencakup penguasaan atas keinginan-keinginan dan kepentingan-kepentingan pribadi yang tak mengenal batas (hawa nafsu). Merupakan kewajiban dari negara sendiri dan kekuatan-kekuatan sosial, untuk menjunjung tinggi prinsip kegotongroyongan dan kecintaan sesama manusia. Karena menegakkan keadilan merupakan amanat rakyat kepada pemerintah yang musti dilaksanakan. Disadari oleh sikap hidup yang benar, ketaatan kapada pemerintah termasuk dalam lingkungan ketaatan kepada Tuhan (kebenaran mutlak).

Pemerintah yang benar dan harus ditaati ialah mengabdi kepada kemanusiaan, kebenaran dan akhirnya kepada Tuhan YME. Perwujudan menegakkan keadilan yang terpenting dan berpengaruh ialah menegakkan keadilan di bidang ekonomi. Secara khusus, keadilan ekonomi muncul menjadi masalah masyarakat yang penting pada saat system produksi dan system distribusi yang berdasarkan kekuatan pasar. Perkembangan serta semakin dikenalnya restoran cepat saji seperti McDonald’s,  tidak terlepas dari berbagai macam kelebihan yang dimiliki oleh restoran cepat saji.

Misalnya pelayanan ekstra cepat dan ramahnya pegawai terhadap pelanggan termasuk glokalisasi atau penyesuaian layanan serta menu terhadap kondisi budaya masyarakat lokal. Pelayanan yang diberikan McDonald’s terbukti telah meningkatkan loyalitas pelanggan terhadap menumakanan yang ditawarkan dan sekaligus keadaan ini juga meningkatkan jumlah restoran cepat saji McDonald’s di Indonesia.

Peningkatan kebutuhan masyarakat pada makanan mengakibatkan produk pengolahan makanan menjadi lebih berkembang. Restoran cepat saji menjadi salah satu jawaban dari perilaku makan manusia yang menginginkan sesuatu yang praktis. Menurut Ferdy Susilo mengungkap bahwa McDonald’s merupakan dasar perkembangan yang p aling berpengaruh dalam masyarakat kontemporer (Susilo, 2015: 209).

Layanan restoran cepat saji yang mengedepankan efisiensi, kepraktisan, dan kecepatan yang mana hal tersebut merupakan produk global, semakin akrab dan meluas hingga di adopsi dalam berbagai sektor kehidupan masyarakat di Indonesia.

Ritzer (dalam Susilo, 2015: 209) mengingatkan bahwa sistem atau prinsip-prinsip yang dibangun McDonald’s akan mendominasi berbagai aspek kehidupan masyarakat yang disebut Ritzer, sebagai McDonaldisasi. Fenomena McDonaldisasi memiliki dimensi rasionalitas formal yaitu efisiensi, kemampuan untuk diprediksi, lebih menekankan kuantitas ketimbang kualitas dan penggantian teknologi nonmanusia untuk teknologi manusia.

Hal ini sangat erat kaitannya dengan kondisi Indonesia saat ini yang sedang mengalami Revolusi Industri 4.0, kehadiran Revolusi Industri 4.0 mulai terjadi, dimana mesin-mesin produksi terhubung dengan computer dan jaringan dan proses-proses bisnis bisa terhubung secara jauh lebih efisien melalui teknologi digital dan koneksi internet real-time yang tersedia digenggaman tangan seseorang.

Perkembangan industry ini, sangat berbanding lurus dengan dimensi McDonaldisasi yaitu efisiensi, kemampuan untuk diprediksi, lebih menekankan kuantitas ketimbang kualitas dan penggantian teknologi non-manusia untuk teknologi manusia. Perkembangan ini tentunya mempunyai sisi positif dan negatif. Positifnya adalah sebagai pemicu kreativitas dan inovasi masyarakat untuk bertahan dan bersaing dalam perdagangan global. 

Kemudian ada juga dampak negatif globalisasi dibidang ekonomi yang bisa menimbulkan kesenjangan ekonomi di masyarakat luas. Kader HMI, harus peka terhadap fenomena ini, dengan perkembangan teknologi yang begitu pesat dan kebutuhan pasar terkait efisiensi dan efektivitas pasar yang terus memuncak harus dipandang sebagai sebuah peluang yang harus di ramu dan dirumuskan dengan matang untuk mewujutkan masyarakat yang adil dan makmur.

Mengingat di  Bali yang notabene merupakan pusat pariwisata menjadi tempat yang sangat berpotensi. Bali yang dikunjungi oleh wisatawan baik lokal maupun mancanegara menciptakan atmosfer perekonomian yang menuntut efisensi dan efektifitas tinggi. Hal ini harus di pandang dan diramu dengan matang, karena tuntutan pasar yang sedemikian rupa harus direspon oleh kader-kader HMI untuk mewujudkan salah satu tujan HMI yang tertuang pada (Pasal 4 AD HMI), yakni “Terbinanya insan akademis, pencipta, pengabdi yang bernafaskan Islam, dan bertangung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah SWT”.

Melihat kondisi riil HMI saat ini, serta tantangan internal maupun eksternal yang dihadapi sangat kompleks. Kader HMI harus peka dalam menyikapi fenomena McDonaldisasi ini sebagai efek dari globalisasi. Sisi lain dari fenomena Mcdonaldisasi ini secara tidak langsung telah menggusur produk-produk lokal Bali, yang tidak bisa memenuhi kebutuhan pasar yang menuntut efektifitas dan efisiensi tinggi.

Hal ini bisa dilihat dengan banyaknya produk-produk makanan local Bali yang mulai hilang tergerus pasar modern seperti jajanan lak-lak, blayag, dan serombotan. Makanan-makanan ini mulai hilang akibat tuntutan pasar yang tinggi terhadap efisiensi dan efektifitas prodak. Hal ini harus di respon oleh kader HMI dalam merumuskan strategi untuk menghadapi arus McDonaldisasi yang semakin kencang khusunya di Pulau Dewata Bali.

Salah satu hal yang bisa dilakukan adalah dengan menerapkan Glokalisasi. Glokalisasi atau Glocalization pertama kali dicetuskan oleh Roland Robetson, yang merupakan seorang pakar sosiologi. Istilah ini merupakan perpaduan antara istilah globalisasi dan lokalisasi. Dengan kata lain merupakan strategi pemasaran yang digunakan untuk memasarkan produknya agar sesuai dengan selera pasar.

Sederhananya Glokalisasi yaitu sesuatu yang global yang di interpretasikan dengan nilai local. Trobosan seperti ini yang saat ini di perlukan Bali dalam menghadapi pusaran globalisasi. Di tengah tuntutan pasar mengenai efisiensi dan efektifitas produksi yang tinggi, mau tidak mau produk loka Bali harus mengikuti system tersebut untuk bertahan dalam pusaran perkembangan zaman dan salah satunya adalah dengan menerapkan glokalisasi. 

Inilah langkah yang menurut hemat penulis paling relefan untuk dilakukan dalam rangka mewujudkan salah satu tujuan HMI yaitu terwujudnya masyarakat Adil makmur yang di Ridhoi Allah SWT".

Tentang Penulis : Bayu Angga Saputra, Anggota HMI Cabang Singaraja, Merupakan Kabid PTKP HMI cabang Singaraja, periode 2018-2019.