Perpustakaan Jalanan Lentera Merah: Komunitas Literasi Tanpa Misi Berat-Berat


(Sumber Gambar : Dokumen Perpustakaan Jalanan Singaraja).

Dengan membaca aku bisa mengunjungi semua tempat

Tanpa harus menginjakkan kaki, dan;

menulis ialah caraku menghargai hidup;

Karena lewat tulisan aku akan dianggap ada

Atau mati sia-sia karena telah melewatkan menulis dan membaca.
(T. Rahman Al Habsyi)


Jika kita berbicara tentang masyarakat maka tidak akan lepas dari ruang dan waktu. Semisal ruang publik yang telah menjadi bagian terpenting sebagai tempat melakukan interaksi. Jurgen Habermas dalam bukunya "The Structural Transformation Of The Public Sphere"; menyatakan ruang publik sebagai ruang nasional yang menyediakan sedikit banyak kebebasan atau arena keterbukaan atau juga forum untuk debat publik.

Di sini sudah jelas bahwa dalam ranah publik kita bisa melakukan kegiatan apa saja, mulai dari yang sifatnya privat maupun melibatkan banyak orang. Ruang publik menyediakan tempat untuk kita mengembangkan diri, menyampaikan aspirasi, dan mengadakan perkumpulan.

Taman kota merupakan salah satu contoh ruang publik yang sering kita gunakan sebagai tempat kita bersantai ria bersama keluarga, ruang diskusi terbuka, kumpulan komunitas-komunitas kreatif, dan ruang untuk meningkatkan budaya literasi.

Ada hal yang menarik jika kita berkunjung ke taman kota Singaraja, tepatnya setiap malam minggu kita akan disuguhkan dengan buku-buku tersusun rapi yang telah disediakan oleh anak-anak muda yang ditusuk-tusuk sepi (Biasa Jomblo Akut.. hehe).

Gerakan sosial yang pelopori oleh Rian, Jaswanto, dan Faruq dengan nama “Perpustakaan Jalanan Lentera Merah Singaraja”. dan motto “Membaca gratis seperti udara”. Lapak baca biasanya di buka mulai pukul 19.00 wita dan tutup jika sudah mulai jenuh dan bosen melihat sudut-sudut gelap taman ada gerakan-gerakan yang mencurigakan. (Kerjaan ada muda malam minggu.. Upsh).

Nama “Lentera Merah” sendiri mempunya filosofi yakni Lentera yang berarti lampu atau cahaya yang menerangi, merah secara bahasa memiliki makna berani. Jadi kita dapatkan makna utuh yaitu sebuah gerakan perlawanan literasi yang bermodalkan semangat keberanian demi mencerahkan wawasan masyarakat Singaraja. (aduh.. maaf bahasanya akademis sekali).

Sedangkam untuk makna kata “Perpustakaan Jalanan” sendiri ialah selaras dengan gerakannya yang biasa membuka lapak baca buku gratis diruang terbuka, dan khususnya di dalam area Taman Kota. “Lentera Merah” hadir dengan membawa warna yang berbeda sebagai perpustakaan jalanan pertama di kota Singaraja; latar belakang munculnya pepustakaan jalanan ini diawali kegelisahan anak-anak muda yang mampus di koyak-koyak sepi.

Kota singaraja dengan lebel kota pendidikan bisa dikatakan miris sarana dan prasarana penunjang literasi. Jika kita bandingkan dengan Yogyakarta yang sama-sama berlebel kota pendidikan tentu sangat juah. Di Singaraja perpustakaan dan toko buku bisa dihitung dengan jari; Sedang Jojga di trotoar jalan saja kita akan menemukan tumpukan buku-buku.

Kota Singaraja lebih suka mengadakan event-event festival yang bersifat seremonial dalih mereka melestarika kebudayaan. Apa dengan festival budaya kita terjaga, seberapa besar anak mudanya sudah kenal budaya sendiri, dan sejuah mana implementasi sejauh ini? Sepertinya masyarakat Singaraja yang melek terkungkung oleh pertanyaan tersebut.

Tidak juah berbeda antara birokrat dan mahasiswa kampus yang sepertinya lebih suka mengadakan hal serupa; mahasiswa lebih suka  mengadakan konser musik, lomba ala tujuh belasan, aksi lupa tujuan.

Sehingga ruang diskusi soal rakyat sudah tertutup rapat, sedang kajian-kajian ilmiah hanya formalitas sebagai syarat mendapatkan IPK tinggi dan lulus tepat waktu.Perpustakaan Jalanan Lentera merah jika kita rujuk dari amanat konstitusi yang menyatakan bahwa negara berkewajiban “Mencerdaskan Kehidupan Bangsa” (alenia keempat pembukaan UDD 1945).

Sudah membantu masyarakat dalam meningkatkan pengetahuan dan wawasan dunia literasi. Spesifiknya lagi kewajiban untuk meningkatkan budaya literasi masyarakat diatur dalam Undang-undang nomor 43 tahun 2007 tentang perpustakaan. Yang ditekankan dalam bunyi (Pasal 51). Pembudayaan kegemaran membaca dilakukan pemerintah melalui gerakan nasional membaca dengan melibatkan seluruh masyarakat dan menjadikan perpustakaan menjadi ujung tombaknya.

Melalui Perpustakaan Jalanan Lentera Merah secara tidak langsung membantu menambah wawasan dan bentuk perlawanan, perlawanan disini tentu tidak bentuk anarkisme yang menjatuhkan korban atau berdarah, namun perlawanan disini ialah bentuk dari kekecewaan kita terhadap layanan publik semisal perpustakaan dan toko buku yang sangat sedikit di Singaraja.

kerinduan paling mendalam bukan cuma soal kekasih, event-event seperti kampung buku, Book Fair, atau kegiatan yang sifatnya edukatif adalah kerinduan haqiqi yang harus di anak tirikan di kota pendidikan ini. Taman Kota sebagai Public Sphere bisa dimanfaatkan sebagai tempat pusat kegiatan serta bisa melibatkan semua lapisan masyarakat terutama pelajar dan mahasiswa.

Namun, di sisi lain taman kota sebagai Public Sphere; sah-sah saja dijadikan arena panggung politik. Kenapa saya katakan demikian; kita bisa lihat sendiri ketika Pilkada, Pilgub, atau pun Pilpres, taman kota menjadi lahan strategis untuk melakukan kampanye dan lobi-lobi suara rakyat.

Perpustakaan Jalanan Lentera Merah tentu bukan lembaga atau komunitas yang suci datang ditengah-tengah masyarakat membawa misi berat-berat. Bukan!

Perpustakaan Jalanan Lentera Merah hadir sebagai pelepas dahaga ditengah gurun yang kekeringan ruang diskusi, tempat ngalur-kidul, dan tentu memilih tidak waras untuk dikatakan baik-baik saja.

Sebenarnya masih banyak yang ingin saya tulis, tetapi kopi yang menemani saya menulis sudah sisa ampasnya saja. Dan kekasih saya meminta untuk tidur jangan terlalu larut, sebab malam masih panjang dan dongeng-dongeng bercinta belum usai; Sedang tidur adalah pekerjaan paling menyenangkan selain Surga yang dijanjikan Tuhan.

Tentang Penulis :T. Rahman Al Habsyi lahir di Bondowoso, dan sekarang berdomisili di Bali dan merupakan salah satu pengiat literasi di “Perpustakaan Jalanan Lentera Merah Singaraja”. Lelaki yang men-dewi-kan Ibunya. 
Merupakan Anggota HMI Cabang Singaraja, ia juga menjabat sebagai Sekum HMI Cabang Singaraja, Periode 2018-2019.