Desa Kuat : Masa Depan Indonesia Hebat





(Sumber Gambar : Dokumen Pribadi Abdul Aziz H. )


Peraturan Kepala Badan Pusat Statistik Nomor 66 Tahun 2016 tentang Kode dan Wilayah Kerja Statistik Tahun 2016 disebutkan bahwa jumlah  Desa/kelurahan di Indonesia adalah 82.030. Sedangkan menurut (Permen) dalam Negeri Nomor 56 Tahun 2015 "Tentang Kode dan data wilayah Administrasi pemerintahan", menyebutkan bahwa jumlah Desa dan kelurahan di Indonesia adalah 83.184 (74.754 Desa + 8.430 Kelurahan).

Meskipun secara struktural masyarakat bisa dibilang sama, namun Desa dengan Kota punya perbedaan. Bukan menjadi persoalan yang sangat "urgent" untuk diperbincangkan sebenarnya, jika perbedaan itu hanya dilihat dari sudut pandang geografi. Akan tetapi  akan terlihat bahwa adanya  jurang ketimpangan ketika kemapanan ekonomi, tingkat kemandirian; dan juga pendidikan digunakan (sebagai tolok ukur sudut pandang).

Karena ke-tradisional-an lah yang selalu melekat pada Desa sedangkan kota sebaliknya (modern dan kekinian). Bagaiman cita-cita Negara bisa terwujud, jika mayoritas desa realitanya masih kurang perhatian? Padahal hampir 80% struktur negara kita adalah Pedesaan.

Bukan seperti "Gimmick" seseorang, ketika pura-pura berkata jujur. Padahal dia sedang berbohong, (ke-tradisional-an Desa dan Ke-Modern-an Kota), menjadi hal lumrah dalam masyarakat. Karena bagaimanapun juga, secara pendidikan masyarakat desa akan selalu kalah dengan masyarakat kota.

Bagaimana sekolah-sekolah yang berkelas, standar tinggi dan bermutu, mayoritas anak didiknya adalah masyarakat Kota. Sedangkan yang di Desa, cukup dengan sekolah yang biasa saja dan kurang berkualitas. Karena bagi mereka bukan seberapa bagus sekolah yang akan mereka masuki, tapi mau sekolah saja pun, orang tua kebanyakan murid sudah sangat bangga.

Apa yang salah dengan ini? tentu tidak ada. Hanya saja, tatanan masyarakat kita mengharuskan "maindset" seperti itu terproduksi secara terus menerus untuk dikonsumsi oleh masyarakat desa. Karena bagaimanapun juga, mau mengikuti bangku sekolah saja, orangtua akan sangat begitu bahagia luar biasa.

Program Sekolah Literasi Desa menjadi oase ditengah hamparan gurun pasir luas. Bagaimana menghadirkan pendidikan yang berkualitas?  namun tak perlu khawatir akan mahalnya (biaya yang harus dikeluarkan), dengan berbagai macam metode pembelajaran menarik yang difokuskan untuk anak SD Sederajat, anak-anak diajak untuk tidak sekedar belajar monoton seperti halnya di dalam kelas yang wajar dan lumrah seperti biasanya, namun bagaimana memahami materi yang disampaikan (secara essensial).

Dengan pola gerakan turun langsung ke desa, dan memberikan pendidikan, adalah satu langkah kongkrit yang seharusnya bisa dicontoh oleh seluruh golongan khususnya anak muda yang berpendidikan. Agar bagaimana kedepanya, mereka bisa melihat lebih luas bahwa diluar sana, masih banyak adik-adik yang masih membutuhkan peran nyata kita untuk menunjang cita-cita bangsa Indonesia di kemudian hari. Yakni mempunya daya saing global.

Namun, jika mempunyai kepedulian kepada pendidikan di Desa-desa. Maka sudah, seharusnya  yang dilakukan yakni dengan ikut turun langsung mengajar. Namun,  alih-alih kita siap bersaing dengan negara-negara luar, yang ada malah kita nampaknya selama ini, terus menjadi bangsa pengekor yang selalu tunduk dan patuh pada setiap kebijakan bangsa besar.

Maka sudah jelas,  perlunya  urgensi menumbuhkan minat "Literasi" di tengah-tengah masyarakat Indonesia. Yakni,  dimulai dari Desa. Dengan mengajak seluruh lapisan masyarakat golongan muda untuk mau turun memberikan kontribusi meningkatkan (Literasi masyarakat desa).
Serta ikut berperan merubah paradigma "Desa menyubsidi Kota".

Karena, selama ini realitas yang terjadi adalah di mana Anak-anak di desa disekolahkan ke kota dengan modal dari desa, akan tetapi setelah lulus bekerja di Kota. Ketika sudah menikah, tetep dibantu orang tua di desa. Jual sapi atau potong jati. Setelah itu, beli rumah di kota dengan menjual aset atau sawah orangtua. Kota semakin kaya, dan Desa pun, justru sebaliknya menjadi (makin miskin).

Namun hal di atas, tidak akan terjadi jika masyarakat desa punya bekal "Literasi" yang cukup.  Dengan bekal literasi itu, maka secara tidak langsung di kemudian hari, akan segera muncul paradigma progresif yang dimiliki oleh masyarakat. Jika banyak para pemuda yang peduli, seperti rekrutmen #sekolahliterasidesa ini.

Oleh karena itu, maka sudah seharusnya dari semua pihak mendukung gerakan seperti ini. Tidak bisa jika hanya mengandalkan dan menyalahkan pemerintah begitu saja.

Bahkan kalau bisa, semoga gerakan seperti ini diperbanyak dan tersebar keseluruh pelosok negeri. Agar cita-cita Indonesia hebat bisa terwujud oleh kuatnya Desa dengan Literasi nya yang patut dibanggakan.

Tentang Penulis : Abdul Aziz Hakim, Pemred Lapmi HMI Ciputat Periode 2018-2019.